TEMPO.CO, Jakarta -Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengkaji potensi gas suar (flare gas) di beberapa wilayah kerja. Berdasarkan kajian SKK Migas, sumber daya yang tersedia dan siap dilelang mencapai 19,36 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
"Data tersebut bersifat sementara sebagai indikasi untuk memulai kajian potensi pemanfaatan gas suar," ujar Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas, Waras Budi Santosa, Senin 31 Juli 2017.
Dalam lelang, calon pembeli mengajukan penawaran harga, komitmen investasi, dan jangka waktu produksi. Apabila terpilih, pembeli wajib menyetor duit jaminan pelaksanaan sebesar 1 persen dari nilai investasi. SKK Migas nantinya bakal mengevaluasi penawaran harga calon pembeli. Penetapan harga juga harus melalui persetujuan Menteri Energi.
Lembaga pemerintah juga bisa memanfaatkan gas suar, tapi harganya dibatasi USD 0,35 per million metric British thermal unit (MMBTU). Apabila lembaga itu berkeberatan, pemerintah dapat merevisi harga sesuai dengan kemampuan.
Simak Pula: ESDM Sebut Hemat Energi 2 Giga Watt Setara dengan Rp 18,4 Triliun
Kontraktor yang memiliki potensi gas suar di antaranya CNOOC, ConocoPhillips, Chevron Pacific Indonesia, Medco E&P Indonesia, dan PT Pertamina EP. Sumber daya itu tersebar di Riau, Sumatera Selatan, hingga Jawa Barat. Waras mengatakan hasil studi bakal menjadi bekal untuk melelang bisnis gas suar, sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2017.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan gas suar dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dan gas alam cair (LPG). Hasil buangan aktivitas migas ini juga bisa disalurkan melalui pipa untuk bahan baku pembangkit listrik ataupun gas rumah tangga.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, I Gusti Nyoman Wiratmadja, mengatakan potensi gas suar di seluruh aktivitas migas mencapai 200 MMSCFD. Tapi, karena ketiadaan fasilitas pengolahan, gas suar habis dibakar di saluran pembuangan. "Efeknya, emisi rumah kaca menjadi tinggi. Dengan aturan ini, kami berharap volumenya akan turun secara drastis," ucapnya.
Kepala Eksekutif PT Gasuma Corporindo, Zulfikar, mengemukakan investasi fasilitas gas suar bergantung pada jenisnya. Untuk gas jenis suar, pengolah membutuhkan fasilitas pengurai karbon dan sulfur sehingga biayanya lebih mahal. Perusahaan ini sudah mengolah gas suar di Blok Tuban yang dikelola oleh Joint Operation Body PetroChina dan Pertamina.
ROBBY IRFANY