TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah, yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin pagi, 31 Juli 2017, bergerak menguat delapan poin menjadi Rp13.315 dari sebelumnya Rp 13.323 per dolar Amerika Serikat.
Ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, mengatakan revisi naik produk domestik bruto (PDB) Amerika pada kuartal kedua 2017, yang berada di bawah ekspektasi pasar, menjadi salah satu faktor yang menekan dolar Amerika terhadap mata uang global, termasuk rupiah.
Baca: Tren Penguatan Rupiah Diprediksi Bertahan
"Pertumbuhan ekonomi Amerika kuartal kedua direvisi naik ke 2,6 persen dari 1,2 persen secara tahunan. Revisi itu masih di bawah ekspektasi pasar," katanya di Jakarta, Senin, 31 Juli 2017.
Menurut dia, revisi PDB Amerika itu masih terlampau kecil efeknya untuk melawan sentimen pesimistis dari bank sentral Amerika (The Fed) terhadap pencapaian target inflasinya.
"Rupiah masih memiliki ruang untuk menguat akibat faktor pendukung dari global," ujarnya.
Simak: Laju Rupiah Pekan Ini Diprediksi Cenderung Datar
Adapun sentimen domestik, kata dia, secara umum masih dibayangi sentimen negatif. Beberapa aturan dan kebijakan pemerintah masih menjadi perhatian pelaku pasar uang, salah satunya investasi dana haji untuk infrastruktur yang ternyata hanya wacana.
Analis Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, menambahkan, masih adanya sentimen negatif pada dolar di pasar global setidaknya dapat dimanfaatkan rupiah untuk bergerak naik.
"Diharapkan sentimen dari dalam negeri juga kondusif sehingga mampu mendorong apresiasi rupiah lebih tinggi," ucapnya.
ANTARA