TEMPO.CO, Tarakan - PT Pertamina EP Tarakan Field menggelontorkan investasi 24 juta US$ atau sekitar Rp 312 miliar guna pengeboran empat sumur baru di area Sembakung dan Tarakan. Empat sumur baru ini diharapkan mampu memaksimalkan produksi migas Blok Tarakan menjadi 2.700 barrel of oil per day (BPOD).
“Rencana pengeboran ini dilaksanakan pada September 2017. Sudah dapat persetujuan dari SKK Migas,” kata Field Manager Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field Adhi Herusakti, Minggu, 30 Juli 2017.
Adhi mengatakan kajian geologis menyimpulkan setiap sumur itu mampu menghasilkan 300 BPOD. Menurutnya, adanya empat sumur ini diharapkan mampu menjaga produksi migas Blok Tarakan. “Kami mengharapkan produksi sumur ini menjaga Blok Tarakan,” ujarnya.
Baca: Pemerintah Cari Pembeli Gas Produksi Blok Masela
Pertamina mengeksploitasi 124 sumur tua peninggalan Belanda di area Sembakung dan Tarakan. Saat ini, produksi sumur tua ini masih ekonomis dengan menghasilkan 1.700 BPOD minyak mentah. “Total sumur tua di sini 1.442 lokasi dan hanya sebagian kecil saja yang masih bisa dieksploitasi,” ucapnya.
Adhi menyatakan butuh penanganan ekstra terhadap sumur-sumur tua Tarakan agar tetap mampu berproduksi setiap hari. Salah satunya dengan pengeboran lokasi sumur-sumur baru guna menjaga kuantitas produksi.
Simak: Pertamina: Kerja Sama Blok Tuban dengan Petrochina Berhenti
“Tahun depan akan ada pengajuan pengeboran delapan sumur baru di sini, masih menunggu persetujuan dari SKK Migas,” tuturnya.
Pertamina mengambil alih pengelolaan Blok Tarakan yang sebelumnya ditangani operator Expan-PT Medco E&P sejak 2008. Perusahaan migas pelat merah ini mampu mendongkrak produksi menjadi 1.700 BPOD dari sebelumnya hanya 526 BPOD.
“Memang butuh perawatan maksimal agar produksi migas bisa tetap terjaga,” katanya.
Nederlandsh Indische Industrie en Hander Maatchaapij (NIHM) sudah mengeskploitasi migas Tarakan sejak 1897 hingga 1905. Selanjutnya, eksploitasi dilakukan Batavia Petroleum Maatchaapij (BPM) hingga 1942 saat masa penjajahan Jepang. “Selama 1942 hingga 1945 pengelolaan dilakukan Jepang untuk kepentingan perang,” ujarnya.
Pada masa kemerdekaan, pengelolaan Blok Tarakan dilakukan silih berganti perusahaan migas swasta, yakni Pertamina, Technical Assistance Contrack (TAC) Tesero, Expan-PT Medco E&P, hingga Pertamina EP Tarakan.
Kepala SKK Migas Kalimantan Sulawesi Nasvar Nazar berujar pemerintah memperkenalkan sistem baru gross split bagi hasil migas antara negara dan perusahaan migas dengan persentase 57-43 persen. “Pembagian sudah dilakukan dari total produksi kotor area blok migas antara negara dan perusahaan operator,” ucapnya.
Namun demikian, Nasvar menyebutkan setiap perusahaan menanggung seluruh risiko proses eksplorasi pencarian ladang migas. Seluruh biaya cost recovery diganti saat ada temuan migas lewat pembagian bagi hasil migas.
“Cost recovery akan dibayar lewat pembagian bagi hasil di mana perusahaan migas memperoleh bagian 43 persen,” tuturnya.
Skema pembagian hasil migas juga ditentukan tingkat kesulitan proses eksplorasi dan eksploitasi migas di setiap lokasi yang sudah ditentukan. Pemerintah secara rinci mengatur skema pembagian hasil lewat Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) yang berlaku mulai 2017.
“Bila ada pengeboran kedalaman tertentu, ada tambahan split sekian persen. Mempergunakan material dalam negeri ada tambahan sekian persen dan seterusnya. Sehingga bagian perusahaan migas nantinya bisa lebih tinggi dari skema awal 43 persen. Tergantung tingkat kesulitannya pula,” katanya.
SG WIBISONO