TEMPO.CO, Jakarta - PT COR Industri Indonesia membantah berita bahwa perusahaan yang mengoperasikan smelter Ferro Nickel di Kabupaten Morowali tersebut berhenti beroperasi karena merugi.
“Sampai saat ini kami masih beroperasi dengan normal,” kata Direktur PT COR Andi Jaya dalam penjelasan tertulisnya kepada Tempo yang diterima hari ini, Jumat, 28 Juli 2017.
Andi menjelaskan, aktivitas smelter berjalan normal bahkan pada 3 Juli 2017 telah mengekspor perdana produk Ferro Nickel atau FeNi sebanyak 7 ribu ton. Karyawan PT COR yang berjumlah sekitar 720 orang, tak termasuk kontraktor, pun bekerja seperti biasa.
Baca: Peraturan Pemerintah Tentang Relaksasi Tambang Diminta Dibatalkan
Itu sebabnya, Andi menyatakan, “Bahwa pemberitaan yang mengatakan bahwa perusahaan kami telah berhenti beroperasi adalah tidak benar dan dapat merugikan serta mengganggu kegiatan operasi Perusahaan.”
Penjelasan Andi itu menanggapi berita yang dimuat Tempo.co pada Kamis, 20 Juli 2017, berjudul: Akibat Relaksasi Ekspor Minerba, 11 Smelter Berhenti Beroperasi.
Dalam berita tersebut, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, relaksasi ekspor konsentrat dan mineral mentah kadar rendah yang dilakukan pemerintah mengakibatkan 11 perusahaan pemurnian tambang atau smelter berhenti beroperasi karena merugi. Relaksasi ekspor itu memungkinkan perusahaan tambang melakukan ekspor tambang mentah tanpa harus dimurnikan terlebih dahulu melalui smelter.
“Memang dampak dari kebijakan ini sudah terlihat. Sudah ada yang menderita. Kemudian juga ada 12 yang rugi. Karena direlaksasi, pasar menerima produk yang tak seharusnya, tapi harga turun dari kepentingan bisnis yang awalnya tak ada relaksasi,” kata Marwan Batubara dalam diskusi di Hotel Century Park, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Juli 2017.
Masih menurut berita tersebut, sebelas perusahaan yang merugi adalah PT Karyatama Konawe Utara, PT Macika Mineral Industri, PT Bintang Smelter Indonesia, PT Huadi Nickel, PT Titan Mineral, PT COR Industri, PT Megah Surya, PT Blackspace, PT Wan Xiang, PT Jinchuan, dan PT Transon.
Adapun 12 perusahaan smelter nikel yang merugi akibat jatuhnya harga, yaitu PT Fajar Bhakti, PT Kinlin Nickel, PT Century, PT Cahaya Modern, PT Gede Industri, PT Tsingshan, PT Guang Ching, PT Cahaya Modern, PT Heng Tai Yuan, PT Virtue Dragon, PT Indoferro, dan pemain lama, PT Vale Indonesia Tbk.
“Perlu kami sampaikan juga bahwa kami tidak pernah diminta konfirmasi, baik oleh penulis maupun narasumber penulis berita ini, terkait kebenaran berita tersebut sebagaimana yang diamanatkan dalam Kode Etik Tempo nomor 2 yaitu tentang verifikasi dan keberimbangan berita,” ujar Andi.
JOBPIE SUGIHARTO