Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Dradjad Wibowo, berharap Presiden Joko Widodo menegur keras Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman dalam perkara perberasan. Politikus Partai Amanat Nasional ini mengatakan PT IBU mampu menciptakan permintaan sekaligus margin yang cukup besar sebagai imbalan bagi inovasinya.
"Kalaupun berbuat salah, PT IBU cukup diberi pembinaan. Bukan malah dihukum dengan tuduhan-tuduhan yang membuat alumnus pertanian seperti saya bertanya-tanya, Pak Mentan dan Pak Kapolri ini paham pertanian tidak ya?” ucap mantan anggota komisi IX DPR periode 1999 -2004 ini dalam pesan tertulisnya, Rabu, 26 Juli 2017. Drajad pernah mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PAN namun kalah dari Hatta Rajasa. Saat ini Drajat menjabat sebagai Ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan Badan Intelijen Negara (DISK).
Maraknya pemberitaan penggerebekan gudang beras premium, membuat para pakar agronomi dan hortikultura Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar diskusi isu soal beras. Menurut Kepala Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB Sugiyanta, dalam diskusi tersebut Departemen Agronomi dan Hortikultura akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah. Para pakar bersepakat untuk memberi usulan kepada pemerintah mengevaluasi HET pangan tunggal karena tidak relevan lagi dengan perkembangan saat ini. Terutama faktor yang mempengaruhi rumusan HET, seperti biaya produksi.
Baca: Kasus Beras Maknyuss, Induk Perusahaan PT IBU Jelaskan ke Publik
Rekomendasi lainnya, HPP sebagai dasar perhitungan HET juga harus dievaluasi agar menguntungkan berbagai pihak yang terlibat sebagai pelaku usaha. "Kami akan memberikan masukan ini kepada pemerintah agar kedepan tidak terjadi kesalahpahaman antara beras medium dan premium," kata Sugi.
Pakar padi dari IPB Purwono menjelaskan, istilah bahasa yang digunakan pedagang beras dan bahasa resmi terutama beras IR64 yang merupakan bahasa pasar. Dia mengatakan mencampur beras sudah menjadi kebiasaan pedagang. "Tidak ada masalah, beras dari manapun yang terpenting memenuhi SNI 6218," katanya.
Ia menuturkan bahwa oplosan yang terjadi pada beras tidak sama dengan pengoplosan yang dikenal masyarakat luas, seperti mencampur minuman, atau minyak, dan lainnya. Tapi, dalam beras istilah pengoplosan adalah peracikan. "Dalam Permendag 47 hanya diatur HET pangan tunggal, Tidak ada tentang beras medium dan premium. Harusnya untuk beras premium harganya harus lebih mahal dari harga medium," kata Purnomo.
Dalam diskusi tersebut juga dijelaskan, beras medium dan premium seperti beras maknyuss. Istilah premium diberikan kepada beras yang melalui uji SNI, sedangkan beras medium tidak melalui proses SNI yang banyak beredar di masyarakat di kelas menengah ke bawah. Beras premium produktivitasnya hanya 25 persen dari total produksi beras nasional yakni 40 juta ton per hektare.
TIM TEMPO | ANTARA