TEMPO.CO, YOGYAKARTA - Lokasi bandara Kulon Progo di Yogyakarta sangat rawan terdampak tsunami. Hal itu disampaikan Peneliti Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Universitas Gadjah Mada (BPPT-UGM), Widjo Kongko. Lokasi bandara baru Yogyakarta ini berada di Kabupaten Kulon Progo.
“Jika suatu saat terjadi lagi tsunami seperti Pantai Pangandaran dengan (kekuatan kegempaan) magnitude lebih tinggi sedikit saja, bandara baru itu akan kena, dari bagian apron, terminal, sampai runway-nya,” ujar Widjo kepada Tempo di kantor BPPT Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta, kutip Koran Tempo edisi Kamis 27 Juli 2017.
Simak: Salah Pengeboran, Pipa Air Bandara Soekarno-Hatta Sempat Bocor
Ia merujuk peristiwa tsunami dahsyat di Pantai Pangandaran pada 17 Juli 2006. Dua hari setelah kejadian itu, Widjo bersama tim BPPT menuju lokasi untuk meneliti dampak bencana yang menelan korban jiwa lebih dari 600 orang itu.
Cakupan bidang wilayah yang menjadi penelitian Widjo dan timnya sepanjang 400 kilometer berdasarkan kajian dampak sebaran tsunami Pangandaran ke pantai selatan Jawa. Penelitian dimulai dari Pantai Pangandaran di Jawa Barat hingga Jember di Jawa Timur.
Dari penelitian itu, Widjo—yang semula mengukur rata-rata tinggi gelombang—menemukan bahwa tsunami Pangandaran membawa sedimen atau endapan dari laut sejauh 100-200 meter ke arah daratan. Saat itu, tsunami Pangandaran memiliki magnitude 7,7 dengan ketinggian gelombang sekitar 5-6 meter. Setelah penemuan itu, Widjo dan timnya pun belum yakin bahwa pantai selatan Jawa rawan tsunami.
Sampai akhirnya, tim peneliti Pusat Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) belum lama ini merilis temuan endapan tsunami di dekat lokasi bandar udara baru di Yogyakarta, yang diperkirakan berusia 300 tahun. Tim LIPI menemukan koral, fosil kerang foraminifera yang berasal dari laut dan akhirnya terbawa akibat tsunami pada masa lalu. “Temuan terbaru tim LIPI itu semakin menguatkan bukti ilmiah bahwa pesisir pantai selatan Jawa sangat rawan tsunami, termasuk area bandara baru yang jaraknya hanya 200 meter dari pantai,” ujar Widjo.
Widjo berasumsi, jika penelitian tim LIPI menemukan rentang wilayah lebih luas dari dampak tsunami, yakni sepanjang 600 kilometer dari Lebak hingga Pacitan, artinya tsunami yang pernah terjadi pada masa lalu juga sangat besar. Sebab, besarnya sebaran dampak sebanding dengan magnitude kegempaan. “Kami meyakini temuan tim LIPI itu merupakan tsunami yang lebih besar dibanding Pangandaran. Sebab, jangkauan sedimen memanjang sampai 600 kilometer.”
Widjo menuturkan, baik penelitian tim UGM maupun LIPI saat ini belum final. Dengan demikian, sangat memungkinkan jejak tsunami baru ditemukan lebih jauh dari temuan sedimen yang diteliti dari Pangandaran hingga Jember dan Lebak-Pacitan.
Sebelumnya, dalam rapat terbatas evaluasi pelaksanaan proyek strategis nasional dan program prioritas Daerah Istimewa Yogyakarta di Istana Negara, akhir April lalu, Presiden Joko Widodo mendesak agar pembangunan runway didahulukan. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan landasan pacu bisa segera dibangun tanpa menunggu pembebasan lahan yang masih ditempati sejumlah warga. Menurut dia, pembangunan landasan pacu tidak memerlukan pengosongan lahan.
Pemimpin proyek pembangunan Bandara Kulon Progo, R. Sujiastono, mengatakan PT Angkasa Pura I akan mempercepat pembangunan runway. Rencananya, pengerjaan landasan pacu dimulai Juli ini setelah perencanaan pembangunan rampung.
PRIBADI WICAKSONO (YOGYAKARTA) | RETNO