TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia menerbitkan aturan baru yang mengizinkan korporasi nonbank menerbitkan surat berharga komersial untuk menghimpun dana jangka pendek di pasar uang. Dengan demikian, sumber dana tidak terbatas hanya dari kredit perbankan.
Direktur Keuangan dan Treasuri PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Iman Nugroho Soeko mengatakan peraturan baru ini mempermudah perusahaan yang memiliki rating baik memiliki akses langsung ke pasar uang sehingga tidak hanya mengandalkan pinjaman dari perbankan.
Meski demikian, menurut Iman, hal tersebut tidak akan serta-merta menurunkan permintaan terhadap kredit perbankan. Sebab, sebagian besar perusahaan belum memiliki rating yang disyaratkan sehingga tidak diizinkan menerbitkan ataupun memperjualbelikan commercial paper (CP) di pasar sekunder.
“Mayoritas perusahaan di Indonesia kan unrated, sehingga masih perlu kredit dari bank,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu, 26 Juli 2017.
Bank Indonesia menerbitkan aturan baru mengenai transaksi surat berharga komersial di pasar uang untuk mendorong diaktifkannya kembali transaksi surat berharga tersebut di pasar uang setelah sempat vakum sejak 1998.
Aturan mengenai transaksi surat berharga komersial tersebut termuat dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/9/PBI/2017 tentang Penerbitan dan Transaksi Surat Berharga Komersial di Pasar Uang.
Kepala Departemen Pengembangan Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia Nanang Hendarsah mengatakan regulasi mengenai surat berharga komersial atau dikenal sebagai commercial paper tersebut memberi peluang kepada perusahaan nonbank untuk menerbitkan surat berharga komersial guna mendapatkan pembiayaan jangka pendek melalui pasar uang. Nilai penerbitan CP ditetapkan minimal Rp 10 miliar atau US$ 1 juta.
Surat berharga komersial ini hanya boleh diterbitkan oleh perusahaan yang memiliki rekam jejak kualitas kredit bagus serta mendapatkan peringkat layak investasi atau investment grade.
BISNIS.COM