TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Billy Haryanto meminta agar pemerintah mengevaluasi penetapan harga eceran tertinggi untuk komoditas beras. Pemerintah baru saja menetapkan harga eceran tertinggi beras sebesar Rp 9.000 per kilogram. "Diturunkan sedikit," ujar dia, Selasa, 25 Juli 2017.
BACA: Produsen Beras Maknyuss Tipu Konsumen, Berapa Keuntungannya?
Ia berharap pemerintah menurunkan harga eceran tertinggi menjadi Rp 8.500 per kilogram untuk beras kategori medium yang banyak dikonsumsi masyarakat. Sedangkan beras kategori premium sebesar Rp 9.500 - 10.500 , adapaun kategori premium khusus maksimal Rp 12 ribu per kilogram.
Meski begitu, ia mengapresiasi langkah pemerintah yang mengatur harga eceran tertinggi. Menurut dia, hal itu perlu lantaran untuk mengantisipasi penimbun beras yang berefek terhadap kelangkaan sehingga melambungkan harga komoditas itu. "Kalau dari segi pedagang pasti ingin untung banyak. Tapi kami tidak berpikir soal itu, ini untuk kebaikan negara."
Namun, gara - gara pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi, pasokan ke pasar induk anjlok. Hari ini, kata Billy, di pasar Induk Cipinang hanya ada 1.000 ton beras. Padahal, biasanya pasar induk pasokan beras per harinya mencapai 3.000 ton. "Tapi masyarakat jangan khawatir, pasokan itu bisa untuk beberapa hari ke depan."
Sebelumnya pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 47/2017 tentang Harga Eceran Tertinggi beras, yang menjadi acuan masyarakat termasuk untuk pengusaha beras. Eceran tertinggi sebesar Rp 9.000 per kg, sementara harga acuan pembelian di petani sebesar Rp 7.400 per kg. Sedangkan harga acuan gabah kering panen pembelian di petani sebesar Rp 3.700 per kg, dan harga acuan gabah kering giling di petani sebesar Rp 4.600 per kg.
ERWAN HERMAWAN