TEMPO.CO, Jakarta - Hadi Poernomo, bekas Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, yakin bahwa DPR akan menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan atau AEOI.
"Perpu ini sama dengan kesepakatan DPR dan pemerintah pada 16 Juli 2001 atau 16 tahun yang lalu. Hanya, di situ masih gagasan. Tapi intinya sama," kata Hadi dalam rapat dengar pendapat Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Juli 2017.
Baca: Saran Perbanas kepada Pemerintah Terkait Perpu Perpajakan
Selama ini, menurut Hadi, aparat pajak kesulitan mendeteksi kebenaran jumlah dan kelengkapan item yang dicantumkan wajib pajak dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak. Hal itu terjadi, kata Hadi, karena diterapkannya sistem self-assesment dalam pengisian SPT pajak.
Karena itu, pada 17 Juli 2007, DPR dan pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang di dalamnya berisi kewajiban pelaporan bagi instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Simak: BI Sebut Rasio Masih Aman Meski Utang Luar Negeri Meningkat
Kewajiban pelaporan itu, menurut UU KUP, adalah terkait data dan informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan. Data dan informasi itu harus disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Namun, Ditjen Pajak tidak bisa mengakses data tersebut secara otomatis karena terdapat UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengatur kerahasiaan bank. Untuk kepentingan perpajakan, Ditjen Pajak bisa mengakses data tersebut hanya dengan persetujuan Menteri Keuangan.
Hadi Poernomo juga meyakini, melalui Perppu AEOI kendala-kendala yang dihadapi Ditjen Pajak akan teratasi. Namun, dia mewanti-wanti agar akses informasi keuangan dari perbankan dan lembaga jasa keuangan lainnya yang diberikan kepada Ditjen Pajak tidak disalahgunakan.
ANGELINA ANJAR SAWITRI