TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan mengubah Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran bahan bakar minyak. Perubahan ini berkaitan dengan kewajiban PT Pertamina (Persero) menjual bensin beroktan 88 (Premium) di seluruh Indonesia. “Aturan ini direvisi agar bahan bakar minyak bisa satu harga di seluruh Indonesia,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, I Gusti Nyoman Wiratmadja, kutip Koran Tempo edisi Senin 17 Juli 2017.
Simak: Pasca Lebaran, Pertamina Minta Harga Solar dan Premium Dievaluasi
Saat ini Pertamina hanya wajib menjual Premium di luar Pulau Jawa, Madura, dan Bali (Jamali). Sebab, bahan bakar jenis ini bukan lagi barang bersubsidi. Distribusi serta pengadaannya pun bersifat penugasan. Lantaran tak ada penugasan bagi Pertamina, sekitar 800 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di kawasan Jamali tidak menjual Premium, dan di luar Jamali terdapat 294 SPBU melakukan hal yang sama.
Direktur Pemasaran Pertamina, Muchammad Iskandar, menyatakan tidak bisa berbuat banyak soal SPBU yang tidak menjual Premium. Sebab, perusahaan menerapkan margin lebih tinggi untuk penjualan bahan bakar lain yang memiliki oktan lebih tinggi, yaitu Pertamax (oktan 92). Penjualan Premium makin terpukul ketika Pertamina meluncurkan bensin beroktan 90, Pertalite.
Iskandar mengakui perusahaannya menerapkan strategi pemasaran Pertalite 100 persen dengan menambah tangki pendam khusus Pertalite di SPBU. Hasilnya, tahun lalu Pertalite sudah tersedia di 3.358 SPBU. Bandingkan dengan akhir tahun 2015, saat distribusinya hanya untuk 2.247 SPBU. Ekspansi terbesar terjadi di Provinsi Sumatera Selatan, yakni 129 SPBU.
Namun migrasi terjadi saat harga minyak dunia naik tipis pada awal tahun ini. Sebagian pengguna Pertalite dan Pertamax kembali menggunakan Premium. Berdasarkan catatan Pertamina, saat hari raya Idul Fitri lalu penurunan konsumsi Premium per kuartal I 2017 mencapai 44,3 persen dari total penggunaan bensin nasional. Angka ini turun drastis dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 83 persen.
Perpindahan konsumsi tertahan juga karena SPBU penjual Premium berkurang. "Sekarang gap harga Premium dengan Pertalite hanya Rp 800. Fasilitas SPBU juga sudah banyak diubah ke Pertalite," ujar Iskandar.
Kepala Badan Pengatur Hilir Migas, Fanshurullah Asa, meminta Pertamina tetap menjual Premium. Sebab, penyediaan bahan bakar jenis ini masuk kriteria pelayanan publik. Lembaganya mencatat sejak tahun lalu kuota Premium tersisa 2,5 juta kiloliter. Hingga akhir tahun ini, dia memperkirakan sisa kuota bakal melonjak hingga 4 juta kiloliter. "Sebab, dari volume penugasan, ada 12,5 juta kiloliter. Sampai akhir Juni, realisasinya cuma 38,2 persen," kata Fanshurullah.
Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Harry Poernomo, juga meminta pemerintah segera mewajibkan Pertamina menjual kembali Premium di semua SPBU. "Jangan sampai penjualannya dihentikan."
ROBBY IRFANY