TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memperkirakan Indonesia tidak perlu mengimpor gas pada 2019 karena ada tambahan produksi dari tiga lapangan, yakni Lapangan Jangkrik, Tangguh Train 3 dan Blok Masela.
“Kemungkinan besar 2019 tidak perlu impor karena produksi kita bagus dari yang diperkirakan," ujar Diretur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja, di Jakarta, Rabu, 12 Juli 2017.
Wirat mencontohkan, berhasilnya produksi ladang gas yang semula didesain menghasilkan 400 sampai 450 MMSCFD, ternyata realisasinya melampaui angka tersebut. “Setelah dites bisa ditingkatkan menjadi 600 MMSCFD,” tuturnya.
Sebelumnya berdasarkan data Neraca Gas Bumi pRIndonesia, impor gas dilakukan mulai 2019 dengan perkiraan kebutuhan sebesar 1.672 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), kemudian pada 2020 sebesar 1.677 MMSCFD, 3.552 MMSCFD pada 2025, 3.722 MMSCFD pada 2030, dan terus meningkat sampai 3.548 MMSCFD pada 2035.
Baca: Kementerian Perdagangan Gelar Trade Expo Indonesia 2017
Selain itu, Lapangan Tangguh Train 3 mulai mengalirkan gas on stream pada 2020 dan menambah pasokan hingga 3,8 MTPA (million ton per annual). Kemudian, produksi Blok Masela direncanakan mencapai 9,5 MTPA plus 150 MMSCFD.
Tahun 2020, Wirat memprediksi, Tangguh Train 3 akan beroperasi. Dengan begitu, pasokan gas juga akan kembali bertambah. “Kita berharap Masela pada 2025 sampai 2027 saat berproduksi, supply akan naik lagi," kata dia.
Menurut Wirat, impor gas pada 2019 tidak perlu dilakukan karena kebutuhan gas dalam negeri tidak sebanyak yang diperkirakan. Kebutuhan gas untuk program penyediaan listrik 35.000 MW juga mengalami penurunan karena belum selesainya pembangunan PLTG.
"Kita harap PLTG punya PLN sudah diresmikan. Kalau sesuai itu, rencana konsumsi gas kita akan sesuai yang diharapkan karena pembangkit konsumsi gasnya lumayan besar, sedangkan untuk transportasi dan industri naiknya pelan-pelan," kata Wirat.
ANTARA