TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan latar belakang dilakukannya sinergi antara pemerintah dengan para penegak hukum untuk menertibkan impor berisiko tinggi. Menurut dia, salah satu alasannya adalah banyaknya larangan terbatas (lartas).
"Banyak sekali kementerian dan lembaga yang ikut dalam menetapkan kebijakan, seperti lartas. Itu membuat Bea Cukai harus bisa melaksanakan berbagai macam kebijakan tersebut saat bertugas," kata Sri Mulyani di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta, Rabu, 12 Juli 2017.
Simak: Beban Bunga SUN Turun, Ini Kata Sri Mulyani
Untuk mengatasi masalah tersebut, menurut Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga untuk mengurangi lartas. "Dari saat ini 49 persen menjadi 17 persen dari seluruh klasifikasi barang yang masuk."
Selain terdapat banyak lartas, kata Sri Mulyani, terdapat pula sekitar 4,7 persen importir yang dikategorikan berisiko tinggi. Dari sisi reputasi, menurut dia, importir tersebut merusak tatanan ekonomi dengan menciptakan ketidakadilan dalam persaingan usaha.
Hal lain, Sri Mulyani berujar, kerap terlontar alasan bahwa importir nakal tak bisa ditertibkan karena melibatkan berbagai instansi. "Mereka mengatakan, 'Kami tidak mampu membersihkan sendiri kalau kami tidak didukung lembaga yang lain, seperti TNI, Polri, dan Kejaksaan," tuturnya.
Karena itu, agar penertiban optimal, seluruh stakeholder mesti bekerjasama. "Satgas saya anggap merupakan kesepakatan dari seluruh kepemimpinan lembaga-lembaga tersebut. Jadi, tidak membentuk lembaga baru. Tapi sinyal kepada aparat saya di dalam, anda tidak lagi bisa mencari alasan," kata Sri Mulyani.
ANGELINA ANJAR SAWITRI