TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan menyatakan kecewa terhadap pernyataan Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugiharjo terkait dengan inovasi operator bus untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Menurut Kurnia, selama ini, pemerintah selalu mengkritik, tapi tak memberikan solusi yang berarti.
Baca: Sidak di Pulogebang, Kemenhub Temukan Bus yang ...
Kurnia menjelaskan, selama ini, upaya operator bus untuk memperbaiki pelayanan tidak pernah diapresiasi dengan baik oleh pemerintah. Padahal 30 anggota IPOMI, yang terdiri atas operator bus dari Medan sampai Bali, sudah bergerak ke arah perubahan paradigma transportasi.
Tiga anggota IPOMI, yaitu PO Agramas, PO Sinar Jaya, dan PO Putera Mulya Sejahtera, di Jawa serta PO Bintang Sempati (Sempati Star) di Sumatera, kata Kurnia, telah mengoperasikan bus tingkat sebagai bentuk pelayanan baru untuk masyarakat. Selain itu, masih ada anggota yang rutin meremajakan armada setiap tahun. “Sayangnya banyak upaya itu seperti angin lalu bagi pemerintah,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat, 30 Juni 2017.
Menurut Kurnia, investasi untuk bus tingkat dan bus pada umumnya tidak murah. Paling sedikit para operator menghabiskan Rp 1,5 miliar untuk membeli bus baru. “Kami harus membayar pajak berlipat, mulai pembelian sasis, bodi bus, AC, bangku, hingga perizinan, sampai bus itu bisa mengangkut penumpang,” ucapnya.
Meski modal untuk berinovasi mahal, hal tersebut dianggap bukan masalah bila Kementerian Perhubungan memberikan peluang yang adil untuk berkompetisi dengan moda angkutan lain. Kurnia menyebutkan pemerintah memberi perhatian lebih kepada bandar udara, pelabuhan, dan stasiun serta menjadikannya kawasan yang bersih dan teratur. Hal ini membuat para penumpang pesawat, kapal laut, dan kereta api bisa berpergian dengan nyaman.
“Bagaimana dengan penumpang bus? Silakan teman-teman media tanyakan sendiri ke orang-orang di sekeliling kita, bagaimana citra terminal? Mengapa bisa begitu?” tuturnya.
Menurut Kurnia, hal tersebut bisa terjadi lantaran di bandara, pelabuhan, dan stasiun ada badan usaha yang mengelola secara profesional. “Sedangkan di terminal, apakah ada badan usaha yang mengelola secara profesional? Lalu, kini siapa yang seharusnya melakukan inovasi, kami sebagai operator atau pemerintah yang seharusnya mengelola terminal?” katanya.
Sebagai mitra, pengusaha dan pemerintah harus berjalan beriringan dan saling mendukung. Penurunan jumlah penumpang bus seharusnya menjadi pekerjaan rumah bersama kedua pihak. “Penumpang bus dibilang turun, tapi setiap tahun masyarakat selalu ditakuti dengan 60-80 persen bus tak laik jalan. Kalau mau jujur, sebetulnya siapa yang belum move on? Kenapa selalu saja masalahnya dari tahun ke tahun bus tak laik jalan di-blow up? Di mana fungsi KIR dan pengawasan?” ujarnya.
Baca: Kementerian Perhubungan Sebut Jumlah Perusahaan Bus Legal dan ..
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugiharjo mengatakan tren angkutan Lebaran dengan bus mengalami penurunan. Padahal moda transportasi lain mengalami peningkatan. Ia pun meminta operator bus berinovasi dalam pelayanan sehingga mampu bersaing dan tidak ditinggalkan penumpang.
AHMAD FAIZ