TEMPO.CO, Jakarta - Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kalangan pengusaha mengatakan belanja masyarakat selama Ramadan tahun ini tak begitu kuat. "Biasanya, akhir puasa stok banyak yang habis, tapi tahun ini banyak yang tersisa," ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia Adhi S. Lukman, Kamis, 29 Juni 2017.
Adhi mengungkapkan perubahan tren terjadi lantaran masyarakat tak banyak berbelanja pada pekan pertama Ramadan. Padahal, ujar Adhi, dibanding tahun lalu, gairah konsumtif masyarakat sudah besar sejak hari pertama puasa. Akibatnya, kekosongan daya beli dalam sepekan awal tersebut membuat pertumbuhan penjualan makanan dan minuman turun 10 persen dibanding tahun lalu.
Adapun target pertumbuhan sektor makanan dan minuman tahun ini dipatok 7,8 persen. Menurut Adhi, target tersebut bisa tercapai jika pemerintah tak mendadak mengeluarkan peraturan, seperti larangan penjualan suatu barang tertentu. "Semester ini bisa 8 persen tumbuhnya. Kalau tahun lalu, lebih,” katanya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani mengatakan penurunan terjadi hampir di semua sektor retail, bukan hanya di sektor makanan. Penjualan produk batik, dia menambahkan, turun hingga 20 persen dibanding Ramadan tahun lalu. "Mereka kaget karena ini baru pertama kalinya penjualan menurun," ujarnya.
Penurunan daya beli, menurut Hariyadi, terjadi karena menyusutnya jumlah tenaga kerja formal. Menurut data Badan Pengelola Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, surplus antara peserta yang masuk dan keluar kecil, yakni di bawah 20 ribu orang per April 2017. Pekerja formal, ujar Hariyadi, merupakan penyumbang daya beli yang besar secara nasional lantaran kuantitasnya banyak.
Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) memastikan lemahnya konsumsi Ramadan bakal menekan pertumbuhan retail. Menurut data Aprindo, pertumbuhan pada kuartal I sudah minus hampir Rp 10 triliun.
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan penurunan penjualan ini merupakan yang pertama sejak 2009. Di sektor retail, secara rata-rata konsumsi pada masa Lebaran tahun ini hanya tumbuh 12 persen dibanding tahun lalu sebesar 15 persen.
ANDI IBNU | DIKO OKTARA | ANGELINA ANJAR SAWITRI | GHOIDA RAHMAH