TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian, Pending Dadih Permana, mengatakan kendala terbesar program cetak sawah adalah survei, investigasi dan desain (SID). Ini merupakan syarat yang harus dipenuhi pemerintah daerah, sebelum meminta dilakukan cetak sawah oleh pemerintah pusat.
"Kendalanya di SID, penyiapan SID oleh masing-masing daerah, kan daerah yang mengusulkan," kata Dadih saat ditemui di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Senin, 19 Juni 2017.
Simak: Kementerian Pertanian Mengeluh Dana Program Cetak Sawah Terbatas
Dadih menuturkan pihaknya seringkali menemukan SID yang tidak cocok antara desain dan kondisi di lapangan. Ia menambahkan pihaknya kemudian bekerja sama dengan TNI untuk mengevaluasi SID di daerah. "Kalau tidak mengena SID-nya, maka kami tidak mengerjakan."
Menurut Dadih, program cetak sawah merupakan kebijakan nasional. Untuk tahun ini Kementerian Pertanian menargetkan mencetak sawah sebesar 80 ribu hektar menggunakan APBN. "Di daerah juga ada alokasi dari APBD dan secara swadaya pun ada."
Simak: Kementan Optimis Cetak 80.000 Hektar Sawah Baru
Dadih mengungkapkan di 2016, daerah-daerah sudah banyak memiliki SID dalam pengajuan program cetak sawah. Ia melanjutkan program ini bisa cepat selesai jika alokasi anggarannya besar, tapi ia menyadari jika pemerintah memiliki program prioritas lainnya.
Dadih menjelaskan sawah hasil program cetak sawah tak akan memiliki produktivitas yang sama dengan sawah lama di tahap awal. Produktivitasnya, kata Dadih, berkisar antara 2,5-4 ton per hektar. "Ombudsman katakan kerja sama TNI menurunkan produksi, lahan baru bukan jangan disamakan dengan yang sudah buka lama."
Dadih menilai semua pihak berupaya bersama-sama untuk program cetak sawah. Alasannya agar ada keberlanjutan program ini. "Tugas semua pihak untuk mengoptimalkan program ini."
DIKO OKTARA