TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan skema pembiayaan kereta cepat Jakarta-Bandung tetap private to private (dibiayai swasta). Artinya, tak ada keterlibatan pemerintah sama sekali dari sisi pembiayaan pembangunan proyek.
"Setahu saya untuk kereta cepat, sampai hari ini yang disampaikan Menteri BUMN itu private to private," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa, 13 Juni 2017.
Simak: Luhut Ungkap Kelemahan Cina dalam Proyek Kereta Cepat
Pernyataan Sri Mulyani terlontar saat ditanyakan peluang pemerintah ikut membiayai proyek kereta cepat, karena dana pinjaman dari China Development Bank (CDB) belum cair. "Tak ada keterlibatan pemerintah dari segi financing."
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan proyek kereta cepat tetap business to business. Alasannya agar rasio utang kepada produk domestik bruto tetap di bawah 30 persen. "Semua bussines to bussines, kami ingin jaga rasio utang terhadap PDB."
Baca Juga:
Akhir Mei lalu, Direktur Utama PT Wijaya Karya Bintang Perbowo mengatakan kredit pinjaman dari CDB belum cair. Padahal antara kedua belah pihak sudah ada penandatanganan perjanjian pencairan kredit pinjaman.
Simak: Bekasi Antisipasi Pengadaan Lahan Kereta Cepat
Alasannya pihak CDB masih menunggu kelangkapan dokumen seperti surat dari Kementerian Keuangan. Surat ini tentang penggunaan lahan di wilayah Halim, Jakarta Timur.
Selain itu, di April lalu, konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) sudah menadatangani kontrak rekayasa, pengadaan, dan konstruksi proyek kereta cepat.
Nantinya di tahap awal pencairan dana yang diperoleh sebesar US$ 1 miliar. Sementara kebutuhan pendanaan kereta cepat Jakarta-Surabaya adalah US$ 6 miliar.
DIKO OKTARA