TEMPO.CO, Jakarta - Badan Anggaran DPR menggelar rapat kerja bersama dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, dan Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo.
Dalam rapat tersebut, Selasa, 6 Juni 2017, pemerintah di antaranya menyampaikan kerangka asumsi makro untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018. Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun depan diproyeksikan mencapai 5,4-6,1 persen.
"Outlook 2017 5,1-5,3 persen, dan itu jika dilihat dari sisi agregat permintaan," ujarnya, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa,6 Juni 2017. Sri menuturkan target pertumbuhan itu akan ditopang oleh perbaikan ekspor, dan pertumbuhan sejumlah sektor ekonomi Indonesia.
Simak: Temui Presiden, Sri Mulyani Bahas APBN
"Sektor jasa akan kami jaga untuk tetap tumbuh tinggi, pertama fokus di sektor pertanian dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan tahun ini," katanya. Tahun depan sektor pertanian diprediksi dapat tumbuh 3,6-4 persen. Kemudian pertumbuhan sektor pertambangan dijaga tetap ideal di 1,4-1,7 persen.
Baca Juga:
Sri melanjutkan untuk sektor perbankan tahun depan diperkirakan sudah dapat memulai ekspansi kembali, pasca melewati pukulan meningkatnya kredit macet karena harga komoditas yang anjlok dan menyebabkan banyak pengusaha yang menjadi debitur perbankan collaps, beberapa waktu lalu.
Tahun depan, pertumbuhan kredit perbankan diprediksi dapat mencapai 11-13 persen. "Pemerintah juga akan tetap menjaga belanja modal terutama untuk investasi di bidang infrastruktur dan hal-hal yang meningkatkan produktivitas ekonomi," ucapnya.
Baca: Sri Mulyani Katakan Data Saldo Rp 200 Juta Tidak Terkait Paja
Selanjutnya, inflasi di 2018 diperkirakan berada pada kisaran 2,5-4,5 persen. Sri mengatakan rentang tersebut masih cukup lebar, dan pemerintah juga akan terus mengawasi kinerja inflasi sepanjang tahun ini. "Kami perkiraman masih ada tekanan dari faktor administered prices, kabar baik dari volatile food yang mengalami deflasi, diharapkan dapat berkontribusi terhadap inflasi."
Sri berujar nilai tukar pada asumsi makro RAPBN 2018 ada di posisi 13.500-13.800. Menurut Sri, untuk memprediksi nilai tukar harus berhati-hati dan memperhatikan tren pertumbuhan ekonomi global. Kemudian, dari sisi risiko kata dia yang perlu diwaspadai adalah dari tingkah laku pelaku pasar modal dan pasar uang. "Terutama geopolitik yang terjadi di Timur Tengah ini dapat memberikan dampak permanen terhadap suatu nilai tukar," ujarnya.
Baca: 2018, Pemerintah Bidik Pertumbuhan 6,1 Persen
Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan ditargetkan sebesar 4,8-5,6 persen. Sri mengatakan cost of money atau cost of borrowing tahun ini diharapkan dapat lebih rendah. "Faktor yang menjadi sentimen dalam hal ini adalah capital flow atau hal lainnya yang sifatnya geopolitis."
Beralih ke harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) pada asumsi makro RAPBN 2018 ditargetkan US$ 45-60 per barel. "Harganya agak sulit diprediksi, 2016 harga minya sudah menurun dan mencapai bottom-nya, pertanyaannya apakah akan terus meningkat atau agak lama di bottom," katanya.
Sri melanjutkan produksi minyak dan gas Indonesia belum akan meningkat besar. Adapun untuk lifting minyak bumi adalah 771-815 ribu barel per hari, dan untuk lifting gas bumi sebesar 1,19-1,23 juta barel setara minyak per hari (bsmph).
GHOIDA RAHMAH