TEMPO.CO, Jakarta - Raksasa teknologi asal Jerman, Siemens AG, sedang berpacu dengan waktu membangun megaproyek pembangkit listrik tenaga gas berdaya 14,4 Gigawatt di Mesir.
Perusahaan diberi waktu tiga tahun saja untuk menggarap proyek tersebut. Pengerjaan dimulai sejak September 2015 lalu, dan direncanakan rampung pada Oktober 2018. “Memang sulit, tapi bisa dilakukan,” kata Chief Executive Officer Siemens Mesir, Emad Ghaly kutip Koran Tempo edisi Senin 5 Juni 2017.
Dukungan pemerintah, kata dia, menjadi salah satu faktor utama kelancaran bisnis tersebut. Makanya, hanya dalam waktu 1,5 tahun, proyek sudah terealisasi 4,8 Gigawatt.
Baca: Hingga 2019, PLN Bangun Pembangkit 855 MW di Papua-Maluku
Emad dan timnya memamerkan proyek tersebut kepada Andi Ibnu dari Tempo di Mesir, dua pekan lalu. Kesuksesan Siemens di Mesir menjadi pertaruhan, sekaligus ajang promosi perusahaan ke seluruh dunia bahwa korporasi ini mampu membangun megapembangkit dengan waktu yang singkat. Di Indonesia, Siemens mendapat kontrak dari PT PLN (Persero) untuk pengadaan sejumlah mobile power plant berskala kecil dengan total kapasitas 500 Megawatt. Pembangkit mini tersebut digunakan untuk menerangi kawasan Indonesia timur.
Baca: Sampah di Bali akan Dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik
Di sela kunjungan ke lapangan, Emad menceritakan tentang pembangunan megapembangkitnya. Selain durasi pengerjaan pendek, Emad mengklaim biayanya lebih murah yakni setara Rp 120 triliun untuk 14,4 Gigawatt. Berikut petikannya:
Kenapa Siemens membangun pembangkit berkapasitas besar sekaligus?
Kebutuhan pemerintah akan listrik di sini (Mesir) amat besar. Sementara itu, ketersedian minim. Sejak 2012, mati listrik sehari 2 sampai 4 jam itu menjadi hal yang biasa. Bahkan, pada 2014, krisis setrum memuncak sehinga terjadi blackout (mati total). Berdasarkan data otoritas statistik Mesir, kapasitas listrik sekarang cuma 35 Gigawatt. Sebanyak 45 persennya digunakan untuk keperluan warga. Proyek ini selain meningkatkan kapasitas dan cadangan, juga untuk mendongkrak pertumbuhan industri. Semua negara berkembang pasti sangat butuh pasokan listrik.
Berapa nilai proyek ini?
Total proyek ini menghabiskan dana 8 miliar Euro (setara Rp 120 triliun). Proyek ini memang menjadi salah satu yang terbesar di dunia.
Apakah nilai itu efisien?
Tentu saja efisien. Daya 14,4 GB kami bagi di tiga lokasi yakni Berullus, New Capital, dan Beni Suef (ketiga kota tersebut berjarak rata-rata 30-50 kilometer dari Kairo) dengan kapasitas masing-masing 4,8 Gigawatt, supaya pemerintah tak boros membangun infrastruktur transmisi. Angka itu merupakan hasil lelang proyek oleh pemerintah dengan harga paling rendah. Karena pembangkit gas, dana semakin efisien 1,3 miliar Euro dibandingkan pembangkit batu bara. Margin keuntungan buat kami amat tipis.
Bagaimana dengan spesifikasinya?
Megaproyek ini merupakan pembangkit listrik tenaga gas kombinasi. Turbin yang kami gunakan (Siemens H-Class) merupakan spesifikasi yang tertinggi yang kami miliki. Ketiga pembangkit memiliki delapan turbin yang masing-masing berkapasitas 600 Megawatt. Selain gas, proyek ini juga dikombinasikan dengan 12 ladang angin berkapasitas 2 Gigawatt. Karena itu, selain murah proyek juga ramah lingkungan.
Kami juga memberi layanan perawatan dan suku cadang selama 9 tahun. Setelah itu, pemerintah akan mengurus ketiga pembangkit tersebut karena kami sudah memberi pelatihan dan transfer ilmu. Kebutuhan pasokan gas sekitar 600 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd) sebagai bahan bakar pembangkit. Pemerintah Mesir bakal mengimpor gas alam cair dan menjualnya US$ 4-7 per juta british thermal unit (mmbtu).
Membangun 14 Gigawatt dalam tiga tahun, apa tidak terlalu ambisius?
Tidak. Dukungan pemerintah amat penting. Setelah ditenderkan 2015 lalu, proyek langsung bisa dikerjakan. Tanah, kebutuhan tenaga kerja, dan anggaran sudah tersedia. Kami bekerja sama dengan dua perusahaan konstruksi terbesar di Mesir yakni Arascom Construction dan Elsewedy Electric dengan memberi kepemilikan 40 persen.
Isu keamanan pun bisa dijamin karena pemerintah amat butuh proyek ini. Hasilnya, hanya dalam waktu 1,5 tahun sudah terealisasi 4,8 Gigawatt. Oktober tahun depan kami harapkan bisa selesai semua. Tentu saja pemerintah bisa percaya pada kami karena keberhasilan kami membangun pembangkit berkapasitas 650 Megawatt hanya dalam waktu setahun.
Ada rencana membangun proyek serupa di negara lain?
Tentu ini merupakan ajang promosi kami. Sudah ada minat dari sesama negara Afrika. Begitu proyek ini rampung, daya listriknya bakal di ekspor ke negara-negara tetangga.
Bagaimana dengan negara di luar Afrika dan Timur Tengah?
Anda dari mana? Indonesia? Tentu saja negara Anda menjadi target pasar kami. Kalau tidak salah, di sana ada megaproyek kelistrikan. Negara berkembang butuh pembangunan kapasitas energi untuk bisa maju. Semoga negosiasi kami dan kebutuhan pemerintah menemui kesepakatan.
Baca: Kurangnya Pasokan Listrik di Papua, Jokowi: Ini Memang Fakta
Siemens punya pabrik suku cadang besar di Indonesia. Apakah dipakai untuk megapembangkit Mesir ini?
Iya tentu saja. Tapi saya kurang tau pasti kuantitasnya. Condenser dan hot box didatangkan dari Indonesia.
ANDI IBNU