TEMPO.CO, Malang - Kementerian Pertanian mendorong pembangunan rumah potong hewan unggas (RPHU) di daerah, terutama di sentra peternakan komoditas tersebut, agar peternak dapat berdaya saing.
Baca: Industri Perunggasan Diminta Jaga Keseimbangan
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mendukung inisiasi Wakil Bupati Pati Saiful Arifin untuk mengembangkan pusat agribisnis peternakan itik di Kabupaten Pati.
“Saya sangat mengapresiasi upaya-upaya yang dilakukan oleh Wakil Bupati Pati untuk dapat memberdayakan peternak unggas di Kabupaten Pati ini agar lebih berdaya saing,” kata I Ketut Diarmita dalam keterangan resminya, Sabtu, 3 Juni 2017.
Kunjungan kerja ke Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis, 1 Juni 2017. Pendirian RPHU itu sejalan dengan kebijakan pemerintah yang saat ini terus mendorong tumbuhnya usaha pemotongan, penyimpanan, dan pengolahan unggas, sehingga hasil usaha peternak tidak lagi dijual sebagai ayam atau itik segar melainkan dalam bentuk daging beku ataupun inovasi produk lainnya.
Pasar untuk komoditas unggas di Indonesia didominasi fresh commodity, sehingga produk mudah rusak. Kecepatan distribusi dan keseimbangan supply demand menjadi faktor penting penentu harga, sehingga intervensi perlu dilakukan dari hulu hingga hilir.
Diarmita mengatakan saat ini perusahaan yang memiliki RPHU telah melakukan penyimpanan dengan fasilitas cold storage, hanya mampu menampung stok sebesar 15-20 persen dari total produksi.
Peternak mandiri maupun integrator saat ini sama-sama menjual ayam hidup, maka keduanya terjebak pada commodity trap, yakni jebakan komoditas di mana harga tergantung pada supply demand. “Jika harga jatuh, peternak dengan modal kecil yang umumnya tidak memiliki cadangan dana ketika harga jatuh akan mudah mengalami kebangkrutan,” kata Diarmita.
Untuk itu, pemerintah telah mewajibkan bagi pelaku usaha dengan kapasitas produksi paling sedikit 300 ribu ekor per pekan harus RPHU yang memiliki fasilitas rantai dingin. Dengan begitu maka angka penjualan ayam beku dapat ditingkatkan untuk mengurangi terjadinya commodity trap yang terjadi selama ini.
Pemerintah juga terus mendorong pelaku usaha perunggasan untuk dapat berdaya saing dan meningkatkan ekspor. Kegiatan tersebut selain untuk meningkatkan gross domestic product (GDP) Indonesia, juga dapat menyelesaikan kendala yang dihadapi oleh masyarakat perunggasan di Indonesia saat ini, yaitu terkait dengan harga yang sangat berfluktuasi.
“Ekspor adalah suatu keniscayaan karena dalam perkembangannya ke depan konsumsi daging akan beralih dari red meat ke white meat artinya unggas punya peluang untuk berkembang,” ucapnya.
Baca: Pemerintah Didorong Fokus ke Industri Perunggasan
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka produk peternakan kita harus memenuhi persyaratan internasional, karena perdagangan antarnegara saat ini menuntut adanya informasi tentang bagaimana hewan dipelihara, diangkut dan disembelih. Sehingga penerapan kesejahteraan hewan dituntut untuk melekat pada informasi produk hewan yang dijual.
BISNIS.COM