TEMPO.CO, Jakarta - Peringkat daya saing global Amerika Serikat turun setelah Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS. Dalam laporan IMD World Competitiveness Centre 2017, Amerika Serikat menempati peringkat empat dari 63 negara yang disurvei.
Baca: Dolar Amerika Melemah Meski Data Ekonomi Positif
Laporan itu menyebutkan bahwa persepsi para eksekutif bisnis global tentang perekonomian AS telah memburuk seiring meningkatnya isu proteksionisme dan ancaman ketidakstabilan politik setelah terpilihnya Trump.
Baca: Arab Saudi Siapkan Rp 266 Triliun Untuk Infrastruktur di Amerika
Situasi itu membuat AS harus terlempar dari posisi tiga besar yang telah ditempatinya selama beberapa tahun terakhir. AS harus puas berada di bawah Hong Kong, Swiss dan Singapura. Padahal Washington sempat menempati peringkat teratas pada 2015.
“Saya bingung tentang AS, jujur saja, karena biasanya mereka konsisten di tiga besar. Sudah jelas bahwa ada persepsi negatif yang meningkat di negara ini,” ujar ekonom senior IMD World Competitiveness Center Jose Caballero, Kamis, 1 Juni 2017.
Namun demikian Caballero menyatakan survei yang dilakukan kepada lebih dari 6.250 eksekutif bisnis dunia tersebut tidak memiliki tendensi politis apapun di seluruh negara, termasuk AS. Dia menegaskan, terdapat 261 indikator yang dijadikan penilaian oleh lembaganya.
Para eksekutif bisnis, lanjutnya, khawatir ancaman proteksionisme dan ketidakstabilan politik akan menganggu efisensi bisnis mereka di AS. Meskipun, para pebisnis tersebut optimis ekonomi AS akan sedikit terbantu oleh turunnya angka pengangguran dan mulai stabilnya laju inflasi nasional.
Caballero mengatakan, laporan daya saing global tahun depan diprediksi bakal memberikan gambaran yang lebih jelas dan pasti mengenai dampak kepemimpinan Trump pada daya saing berbisnis AS.
Pasalnya, Washington diperkirakan akan mulai menunjukkan kejelasan mengenai kampanye kebijakan Trump selama ini. Beberapa kebijakan yang diperkirakan akan meningkatkan daya saing global AS adalah pemangkasan tarif pajak domestik dan deregulasi aturan bisnis yang selama ini didengungkan oleh kabinet Presiden ke-45 AS tersebut.
