TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan predikat Wajar Tanpa Pengecualian atau WTP kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Laporan diserahkan siang tadi kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan. Kementerian ESDM pun mengungkapkan upaya mereka meraih predikat membanggakan tersebut.
"Tahun lalu kita dapat WDP, tahun ini kita dapat peningkatan hingga WTP. Opini ini kami dapat secara detail, obyektif dan transparan, sesuai peraturan," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Teguh Pamuji di kompleks Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Senin, 29 Mei 2017.
Teguh cukup prihatin mendengar berita pencokokan auditor utama BPK beberapa hari yang lalu. Ia menilai kasus tersebut dapat mengerdillkan pencapaian predikat yang baik, bahwa predikat bisa diperjualbelikan. "Predikat kami capai dengan jerih payah. Kami secara khusus diwanti-wanti Pak Menteri terkait hal-hal yang dirasa bisa melanggar peraturan perundang-undangan. Seperti gratifikasi," ujarnya.
Baca: Cara ESDM Raih Opini Wajar Tanpa Pengecualian
Inspektur Jenderal Kementerian ESDM Mochtar Husein yang turut hadir menegaskan bahwa predikat WTP diraih Kementerian ESDM karena memang memenuhi empat kesesuaian standar dari BPK. Pihaknya kerap mendampingi proses penyusunan laporan, agar sesuai standar akuntansi pemerintahan, memiliki kecukupan pengungkapan (full disclosure), patuh terhadap perundang-undangan, serta mempunyai sistem pengendalian internal yang baik.
"Opini kami raih dengan jerih payah. Mohon maaf ya, karena ramai diartikan WTP bisa dijual-belikan. Kami tidak. Saya garis bawahi ya. Kami tidak. Ini murni," tegas Mochtar. Ia mengatakan pihaknya tidak pernah melakukan pendekatan apa pun, selain membenarkan sistem yang ada di kementeriannya dan meningkatkan penguatan organisasi.
Kementerian ESDM sebenarnya meraih opini WTP pada 2012-2013. Sedangkan opini WDP selang 2014-2015, menurutnya, terjadi karena saat itu tidak dapat meyakini posisi piutang di Dirjen Minerba. Ia akui pada masa itu administrasi di kementeriannya kurang bagus. Puluhan triliun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mineral dan batubara hanya dikelola satu orang pejabat eselon III dengan 7 personil. Kini yang mengelola PNBP adalah Eselon II dibantu 3 subdirektorat. Kementeriannya pun tengah mengembangkan sistem e-PNBP.
Simak: Piutang Pemerintah Rp 262,96 Triliun, Ini Saran BPK
Sebelumnya, Anggota IV BPK Rizal Djalil sempat memuji kinerja Kementerian ESDM. Rekomendasi BPK, nilai Rizal, disikapi dengan bijak oleh Menteri Jonan dan jajarannya.
"Kami sudah menyelesaikan piutang PNBP, set-off dengan PKP2B yang lama. Padahal selama 2001-2015 tidak terselesaikan. Sekarang tidak ada lagi dispute pemerintah dengan PKP2B," ujarnya bangga. Tercatat, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) sudah tidak memiliki utang royalti batubara per 2016 sebesar 19 triliun dengan tukar guling (set-off).
Terakhir, BPK juga berharap Kementerian ESDM bisa menyikapi persoalan kebijakan harga batubara maupun energi terbarukan dengan berimbang. "Pemerintah tentu harus efisien, tapi pengusaha juga harus untung secara proporsional. Apa saja aturan yang dibuat pemerintah itu yang kami periksa," ujar Rizal.
Kementerian ESDM dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP-LKPP) yang baru diserahkan tercatat memiliki anggaran hingga Rp 7,7 triliun dengan realisasi Rp 5,9 triliun. Penerimaan negara dari kementerian ini sebesar Rp 31,38 triliun - hampir 4 kali lipat daripada nilai belanjanya.
AGHNIADI | WAWAN PRIYANTO