TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan mengenakan premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRP). Ketua Himpunan Bank Negara (Himbara) Maryono meminta agar pungutan-pungutan yang dikenakan kepada perbankan, termasuk premi PRP tersebut, tidak memberatkan industri.
"Tingkat suku bunga masih tinggi karena adanya overhead cost. Kami juga telah dipungut premi LPS dan iuran OJK. Kami memandang bagaimana jika premi PRP ini bisa disatukan," kata Maryono dalam rapat dengar pendapat Komisi Keuangan DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 24 Mei 2017.
Baca: Rini Soemarno Ingatkan Himbara dan Perbanas Akur
Maryono menilai bahwa seharusnya terdapat alokasi anggaran dari Kementerian Keuangan dan BI yang bisa diberikan kepada OJK sehingga bisa mengurangi iuran perbankan ke OJK. "Kita perlu efisiensi dan kebersamaan sehingga biaya-biaya yang ada tidak menambah beban perbankan," tuturnya.
Baca: BNI Siapkan Ekspansi ke Malaysia Bersama Himbara
Senada dengan Maryono, Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) Joko Suyanto mengatakan bahwa perbankan sudah dipungut premi, baik oleh LPS dan OJK. "Diharapkan, dari premi-premi yang telah dipungut itulah yang menjadi sumber pendanaan restrukturisasi perbankan," ujarnya.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tengah mengkaji dikenakannya premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRP). Premi itu diperlukan karena nantinya neraca PRP akan dipisah dengan neraca LPS sehingga premi perbankan untuk restrukturisasi tidak bisa disamakan dengan premi perbankan untuk penjaminan.
ANGELINA ANJAR SAWITRI