TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Kartika Wirjoatmodjo ingin adanya transparansi dan efisiensi penggunaan iuran yang disetorkan oleh perbankan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Dia pun meminta Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru meninjau ulang pungutan itu.
"Kalau kami yang penting transparansi dan efisiensi penggunaan serta tidak ada kenaikan," kata Tiko, sapaan akrab Kartika, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Keuangan DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 24 Mei 2017.
Baca: Dobel, Perusahaan Efek Tak Mau Bayar Iuran OJK
Khusus untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki banyak anak usaha, menurut Tiko, diperlukan adanya integrasi pungutan. Aturan saat ini mewajibkan seluruh perusahaan di sektor keuangan, termasuk anak usaha, membayarkan iuran tersebut kepada OJK.
Tiko berujar, Bank Mandiri yang memiliki berbagai anak usaha di sektor keuangan harus menanggung beban pungutan tersebut. "Kami usul bagaimana supaya tidak terkena berlapis. Untuk konglomerasi keuangan, kalau bisa mekanisme pengenaan preminya berbeda," tuturnya.
Baca: Ekonom UGM: Iuran OJK Bakal Bebani Nasabah
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan, terdapat suatu pungutan bagi perusahaan perbankan. Setiap tahunnya, bank wajib menyetor iuran sebesar 0,045 persen dari total asetnya atau paling sedikit Rp 10 juta.
Pungutan wajib itu juga dikenakan kepada perusahaan yang merupakan anak usaha perbankan. Anak usaha yang bergerak di bidang asuransi, perusahaan pembiayaan, dan lain sebagainya juga wajib membayar iuran kepada OJK sebesar 0,045 persen per tahun dari total asetnya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI