TEMPO.CO, Semarang - Jawa tengah masih punya beban angka kemiskinan yang sulit diturunkan. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku angka kemiskinan yang mencapai 13,19 persen dari jumlah penduduk Jateng yang hanya turun sedikit.
“Tak tahu apakah kita salah rumus, strategi, taktik atau salah pengambilan kebijakan, tak hanya kabupaten kota, provinsi, bahkan nasional pun ketika berbicara menanggulangi kemiskinan tergopoh gopoh,” kata Ganjar Pranowo, usai melantik empat kepala daerah di Jateng, senin 22 mei 2017.
Ia mengakui data kemiskinan di Jateng tak terlalu mudah kita eksekusi. Ganjar masih mempelajari kondisi itu. “Di antaranya apakah datanya sudah benar, apakah kebijakan yang kita ambil dari sisi menganggarkan maupun pelaksanaan tekhnisnya,” kata Ganjar.
Baca: Bank Dunia dan Swasta Bidik Pengentasan Kemiskinan di Permukiman
Ganjar mengakui angka kemiskinan Jateng yang mencapai 13,19 persen tergolong tinggi. Ia berharap perlu kebijakan bersama dalam pengelolaan pemerintahan baik daerah dan provinsi dan pusat dengan cara kabupaten dan kota fokus di daerah yang miskin.
Ia menyarankan agar para bupati dan wakilnya komunikasi dengan kepala desa (Kades). “Saya komunikasi dengan kades, mereka sangat tahu data warganya yang paling miskin di tempat itu, tinggal konfirmasi dengan data,” katanya.
Baca: Angka Kemiskinan 2018 Ditargetkan Turun Jadi 9 Persen
Menurut dia, mengentaskan kemiskinan tak cukup membangun rumah dan diberi uang namun butuh pembekalan pengetahuan dan ketrampilan serta akses modal juga pendampingan.
Kepala Bidang Statistik BPS Jawa Tengah, Zam Zam Zamachsyari, menyatakan kemiskinan di Jateng dipengaruhi faktor kecukupan pangan. “Dan ini menjadi faktor paling berpengaruh pada tingkat kemiskinan masyarakat di Jawa Tengah,” kata Zam Zam.
Komoditas pangan yang dimaksudkan antara lain beras, rokok, daging sapi, telur ayam ras, gula pasir, tempe, daging ayam ras, mi instan, bawang merah, dan tahu. Menurut hitungan BPS per September 2011-2016, urusan makanan ini menyumbang 17,8 persen dalam naiknya angka kemiskinan di kota dan 21,55 persen di desa.
“Rokok memberi sumbangan terbesar kedua setelah beras, yakni sebesar 10,72 persen di perkotaan dan 8,44 persen di pedesaan,” kata Zam Zam.
Adapun andil komoditas lainnya adalah daging sapi 7,17 persen di kota dan 5,99 persen di desa serta telur ayam ras 2,96 persen di kota dan 3,04 persen di desa.
EDI FAISOL