TEMPO.CO, Jakarta - Jakarta - Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas mempertanyakan pembayaran pajak orang-orang kaya di Indonesia yang memiliki deposito di atas Rp 2 miliar. Menurut Firdaus, banyak orang kaya itu yang diperkirakan belum membayar pajak sesuai kewajiban.
Baca: Direktorat Jenderal Pajak Buru Wajib Pajak Nakal
"Kita punya banyak orang kaya di bidang sumber daya alam, sebagai broker, dan lainnya, tapi apakah sudah memberi kontribusi ke negara? Saya rasa tidak," tutur Firdaus Ilyas dalam Diskusi Publik di Hotel Four Points, Jakarta Pusat, Selasa, 16 Mei 2017.
Baca: DJP Sebut Baru 58,97 Persen Wajib Pajak Lapor SPT
Berdasarkan data LPS, pada Februari lalu jumlah rekening simpanan dengan saldo di atas Rp 2 miliar naik 0,17 persen menjadi 239.318 rekening dari Januari sebesar 238.908 rekening. Hal tersebut dibarengi dengan kenaikan jumlah simpanan sebesar 0,94 persen dari Rp 2.769 triliun di Januari menjadi Rp 2.795 triliun pada Februari.
Baca: DJP Klarifikasi Soal Kekhawatiran Fadli Zon
Meski jumlah rekening bertambah, faktanya nilai setoran Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan Pasal 25 dan 29 ke negara pada 2015 hanya sebesar Rp 4 triliun sampai Rp 8 triliun. Padahal menurut Firdaus, potensi dari Wajib Pajak (WP) yang memiliki kewajiban membayar PPh Pasal 25 dan 29 bisa mencapai lebih dari Rp 200 triliun.
"Karena itu, banyak orang kaya, tapi yang taat pajak harus dicari. Di mana keadilan pajak kita. Karyawan biasa pendapatannya dipotong pajak. Bagaimana dengan orang kaya yang bebas melenggang tanpa membayar pajak," tuturnya.
Firdaus berharap, program tax amnesty atau pengampunan pajak yang digulirkan pemerintah sejak Juli tahun lalu dan berakhir pada Maret tahun ini dapat menjadi awal bagi pemerintah dalam membenahi sistem perpajakan, terutama dalam memperluas basis pajak. Sehingga hal tersebut dapat meningkatkan jumlah penerimaan negara melalui pajak karena nama-nama Wajib Pajak (WP) telah terdata.
Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Direktorat Jenderal Pajak, Awan Nurmawan Nuh menambahkan, pihaknya menjamin dalam reformasi perpajakan ke depan, mereka akan memiliki data terintegrasi dengan banyak instansi pemerintah maupun swasta, sehingga data akan lebih mudah untuk diawasi.
"Semua aktivitas wajib pajak akan terekam dalam sistem, sehingga pengawasan akan lebih efektif. Kami sedang petakan wajib pajak sesuai risiko dia. Karena pada dasarnya tidak ada yang namanya pengemplang, cuma tidak patuh saja," kata dia.
DESTRIANITA