TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan Roeslani berharap Direktorat Jenderal Pajak tak mengintai kembali para peserta tax amnesty atau amnesti pajak untuk diperiksa. Menurut Rosan, tindakan itu tak adil lantaran sejak awal pemerintah berkomitmen tak akan menelisik pengusaha yang mengikuti amnesti pajak. "Kembali ke filosofi awalnya saja, yakni sebagai pengampunan," katanya, Selasa, 16 Mei 2017.
Pernyataan ini diutarakan sebagai respons atas rencana pemerintah memeriksa kembali wajib pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tindak lanjut pemeriksaan wajib pajak akan diatur dalam peraturan pemerintah yang terbit pada akhir semester I tahun ini. Beleid yang kini masih digodok tersebut, kata Sri Mulyani, bakal menjadi pedoman otoritas pajak untuk menindaklanjuti temuannya.
Baca: Pasca Tax Amnesty, Pemerintah Harus Fokus Reformasi Perpajakan
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menambahkan, wajib pajak yang tidak ikut tax amnesty bakal dikenai sanksi 2-48 persen dari nilai harta. Landasan sanksi tersebut diambil dari Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo mengatakan perlu ada kelonggaran bagi yang sudah ikut program amnesti. "Agar kepercayaan mereka tidak rusak," ujarnya.
Prastowo berpendapat pemeriksaan potensi pajak perlu dilakukan secara persuasif. Namun para wajib pajak yang mangkir perlu ditindak tegas dengan denda atau diusut ke pengadilan pajak.
Program tax amnesty telah berakhir pada Maret 2017. Pemerintah cuma mendapat uang tebusan Rp 114 triliun dari target Rp 165 triliun. Adapun realisasi repatriasi aset, yang diproyeksikan Rp 1.000 triliun, hanya Rp 147 triliun.
ANDI IBNU