TEMPO.CO, Jakarta - Aturan terkait pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information) telah resmi terbit. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan pada 8 Mei 2017.
Selama ini, Direktorat Jenderal Pajak memiliki keterbatasan akses untuk mendapat informasi keuangan dari perbankan, pasar modal, perasuransian, dan lembaga jasa keuangan lain terkait pemeriksaan. Kendala ini mengakibatkan potensi penerimaan pajak tak maksimal.
Baca: Direktorat Jenderal Pajak Buru Wajib Pajak Nakal
Pemerintah menargetkan aturan pertukaran informasi keuangan secara otomatis terbit sebelum 30 Juni 2017. Apabila target meleset, Indonesia dapat dinyatakan sebagai negara yang gagal memenuhi komitmen pertukaran informasi yang berlaku di antara negara-negara G20, menurunnya kepercayaan investor, dan berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi nasional. "Serta dapat menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal," bunyi peraturan tersebut seperti dikutip dari laman Kementerian Hukum dan HAM, Selasa, 16 Mei 2017.
Baca: DJP Sebut Baru 58,97 Persen Wajib Pajak Lapor SPT
Perppu menyatakan akses informasi keuangan ini tak hanya dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, tetapi terkait perjanjian internasional di bidang tersebut. Lembaga jasa keuangan wajib menyampaikan laporan informasi keuangan untuk setiap rekening yang teridentifikasi sebagai rekening wajib dilaporkan dan laporan untuk kepentingan perpajakan.
Baca: DJP Klarifikasi Soal Kekhawatiran Fadli Zon
Sistem pelaporan ini berlaku selama satu tahun kalender. Adapun informasi yang dilaporkan yaitu identitas pemegang rekening, nomor rekening, identitas lembaga jasa keuangan, saldo atau nilai rekening, serta penghasilan terkait rekening. Konsekuensi bagi pemegang rekening yang menolak verifikasi identifikasi dari lembaga jasa keuangan, tak berhak melakukan pembukaan rekening dan melakukan transaksi baru.
Laporan dari lembaga jasa keuangan, disetorkan melalui sistem elektronik kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 60 hari sebelum batas waktu berakhirnya periode pertukaran informasi Indonesia dengan yurisdiksi lain. "OJK menyampaikan ke Ditjen Pajak paling lama 30 hari sebelum batas waktu periode pertukaran informasi keuangan antara Indonesia dengan negara lain," bunyi pasal 3 ayat (3) b.
Sedangkan untuk pelaporan non elektronik disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 4 bulan setelah akhir tahun kalender. Terkait sanksi, pegawai atau pimpinan lembaga jasa keuangan yang tak memenuhi laporan yang dibutuhkan, terancam dipidan kurungan paling lama 1 tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar. Sementara lembaganya akan dikenakan denda maksimal Rp 1 miliar.
PUTRI ADITYOWATI