TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat dari ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto memeproyeksikan masa depan industri hulu migas di Indonesia akan semakin turun. Untuk itu perlu untuk segera dilakukan eksplorasi agar cadangan minyak bumi dan gas dalam tanah tak semakin dalam.
Baca: Kembangkan Industri Migas Jonan Tekankan Efisiensi
“Jadi cadangan di bumi primary/secondary yang biasa diangkat hanya 30 persen. Sisanya harus diambil oleh teknologi advance yang harus dicoba, dan itu butuh biaya. Tapi itu harus dilakukan,” tutur Pri Agung dalam acara diskusi di Kantor Chevron, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa, 16 Mei 2017.
Berdasarkan data Lampiran I Peraturan Presiden 22 Tahun 2017 Tentang Rencana Umum Energi Nasional, dengan asumsi apabila tidak ada temuan cadangan baru maka hanya berumur 12 tahun, sumber daya minyak bumi Indonesia diperkirakan sebesar 151 miliar barel, dengan cadangan yang baru ditemukan sebesar 3,6 miliar barel. Adapun yang sudah diproduksi baru 288 Juta barel.
“Yang sudah bisa dieksploitasi adalah yang cadangannya sudah terbukti, untuk minyak dunia Indonesia 3,6 miliar barel. Untuk mengubah itu menjadi cadangan, maka harus investasi, dan itu penuh risiko. Jadi sumber minyak bumi sebesar 151 miliar barel itu masih perlu dieksplorasi. Itu tetap akan menjadi potensi kalau tak dieksplorasi,” tutur Pri Agung.
Adapun jenis produksi gas bumi, bila tak ditemukan cadangan baru maka hanya berumur 33 tahun, dengan jumlah sumber daya 487 trilion cubic feet (TCF), dan cadangan yang baru ditemukan sebesar 98,0 TCF, dan yang baru diproduksi hanya 3,0 TCF. Adapun untuk jenis energi batubara, bila tak lagi ditemukan sumber daya baru, maka hanya berumur 82 tahun, dengan total sumber daya sebesar 120,5 miliar ton. Dari jumlah itu cadangan mencapai 32,4 miliar ton, dan yang baru diproduksi sebesar 393 juta ton.
Karena itu, menurut Pri Agung, agar tidak semakin menurun, maka sumber daya tersebut harus segera diubah menjadi cadangan yakni melalui eksplorasi. “Itu konkret. Kalau diubah (dari sumber daya ke cadangan) maka akan mengubah jumlah cadangan migas nasional. Tapi prosesnya panjang. Harus diuji dan dicoba dalam skala lab di lapangan. Ini harus didorong masif oleh pemerintah,” tuturnya.
Menurut Pri Agung, sayangnya Indonesia tidak berada di dalam posisi yang bersedia mengambil risiko dalam hal eksplorasi, karena tidak memiliki modal sendiri untuk mengubah sumber daya alam dalam hal cadangan. Untuk satu sumur eksplorasi di laut dalam saja, dana yang dibutuhkan sekitar USD 100- USD 120 juta untuk satu sumur atau sekitar Rp 1-1,5 triliun. Sedangkan Indonesia hanya memakai tangan PT Pertamina yang secara langsung menambah dan mengubah cadangan.
Baca: Menteri Perindustrian: Gross Split Genjot Kandungan Lokal Industri ...
“Karena itu mereka harus friendly kepada para investor. Kalau mau makmur ya harus keluar modal. Dalam hal hulu migas, Indonesia mau nggak mengambil risiko? Karena itu perlu sharing kontrak, bawa teknologi, kalau ada riesiko ditanggung kontraktor, karena kita tak bersedia sendiri menanggung risiko,” tuturnya.
DESTRIANITA