TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan PT Freeport Indonesia menyebabkan kerusakan lingkungan. Perusahaan asal Amerika itu membuang limbah hasil penambangan ke hutan, sungai, muara, dan laut. Tindakannya menimbulkan potensi kerugian lingkungan Rp 185 triliun.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, jika temuan tersebut terbukti, Freeport harus memperbaiki kembali lingkungan yang dirusak. Ia menyatakan tak ada perlakuan khusus yang membedakan Freeport dengan perusahaan lain. "Karena kamu teman saya, lantas kamu dapat pengecualian, ya enggak boleh begitu juga," kata Luhut di kantornya, Jakarta, Kamis, 11 Mei 2017.
Baca Juga:
Baca: Penjelasan Luhut Soal Tak Ada Alasan Reklamasi Jakarta Ditunda
Luhut berjanji mengejar tanggung jawab Freeport terkait dengan dugaan kerusakan lingkungan versi audit BPK. Ia mengatakan Freeport harus patuh pada aturan yang berlaku.
BPK mencatat Freeport melakukan lima pelanggaran lain selama menjalankan kontrak karya tahun anggaran 2013-2015. Freeport tercatat menggunakan kawasan hutan lindung seluas 4.535,93 hektare padahal tidak mengantongi izin pinjam-pakai pada 2008-2015. Aktivitas pertambangan ini melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan. BPK menyatakan negara kehilangan penerimaan negara bukan pajak dari penggunaan kawasan hutan dengan potensi kerugian negara Rp 270 miliar.
Baca: Menteri Luhut: Kalau Mau Perpanjang Kontrak, Freeport Harus Nurut
BPK juga menemukan kelebihan pencairan jaminan reklamasi sebesar US$ 1,43 juta atau Rp 19,4 miliar berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia pada 25 Mei 2016. BPK menilai dana itu seharusnya masih ditempatkan di pemerintah.
Temuan lain adalah penambangan Freeport di bawah tanah yang tanpa izin lingkungan. BPK menyatakan analisis mengenai dampak lingkungan yang dikantongi Freeport sejak 1997 tidak mencakup tambang bawah tanah.
Selain itu, Freeport tercatat belum menyetorkan kewajiban dana pasca-tambang periode 2016 ke pemerintah. Akibatnya, negara berpotensi mengalami kerugian US$ 22,29 juta atau sekitar Rp 293 miliar.
Temuan BPK lainnya adalah pengawasan pemerintah yang kurang ketat terhadap Freeport. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dinilai kurang ketat mengawasi Freeport dalam hal dampak penurunan permukaan akibat tambang bawah tanah. Potensi kerugian negara yang disebabkan mencapai Rp 185,563 triliun.
VINDRY FLORENTIN | PUTRI ADITYOWATI