TEMPO.CO, Jakarta - Kinerja industri keramik nasional stagnan pada kuartal I 2017 dengan utilisasi turun drastis sejak 2016. Selain daya beli, industri keramik terpukul oleh membanjirnya produk impor murah asal Cina.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga menyebutkan, pelemahan industri masih terus berlangsung. Asosiasi mencatat, pada 2016, volume produksi industri tersebut anjlok hingga 20 persen.
“Pada kuartal pertama ini, industri keramik relatif belum ada perubahan, masih lesu juga seperti 2016. Memang belum ada volume penjualan spesifik. Tapi, dari gambarannya, saya kira masih stagnan seperti tahun lalu,” kata Elisa kepada Bisnis, Kamis, 11 Mei 2017.
Elisa menjelaskan, utilisasi pabrik keramik nasional masih di kisaran 60-65 persen dari total kapasitas produksi sebesar 580 juta meter persegi. Tingkat utilisasi tersebut turun drastis setelah pada 2015 sempat mencapai 80 persen.
Faktor utama yang mempengaruhi penjualan keramik nasional adalah pertumbuhan sektor properti. Perlambatan pertumbuhan sektor tersebut pada kuartal I 2017 berdampak signifikan terhadap penjualan produk keramik.
Selain itu, produk impor terus membanjiri pasar. Asaki mencatat volume impor keramik pada 2016 naik di kisaran 23-27 persen menjadi sekitar 45 juta meter persegi, dari tahun sebelumnya 35 juta meter persegi. Produk impor tersebut dijual dengan harga murah karena belanja keramik konsumen di Cina juga sedang melemah.
“Kalau kami lihat trennya, impor keramik pada tahun ini sepertinya meningkat lagi. Memang volume impornya naik dari 2014, padahal 2014 itu masa-masa penjualan keramik nasional sangat bagus,” ucap Elisa.