TEMPO.CO, Yokohama - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan sejak dibukanya keran bagi swasta menggarap proyek infrastruktur melalui mekanisme Public Private Partnership atau Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) tujuh tahun lalu, hanya ada sembilan proyek yang didanai dengan sistem itu. "Sangat sedikit," ujar dia di Yokohama, Jepang, Sabtu 6 Mei 2017.
Tahun ini, sebanyak 22 proyek infrastruktur yang ditawarkan ke swasta dengan mekanisme KPBU. Dari sejumlah itu, baru satu proyek yang berjalan. "Saya minta lebih agresif lagi menawarkan ke swasta," kata Sri Mulyani.
Baca: Menkeu: Pertumbuhan Ekonomi di Pertambangan Turun Karena Freeport
Ia mengatakan salah satu kendala pendanaan dengan swasta lamban karena pemerintah daerah belum siap. Menurut dia, banyak pemerintah daerah belum paham dengan pendanaan proyek menggunakan sistem itu. "Ada banyak aturan juga yang bikin proses melibatkan swasta lebih lama," katanya.
Padahal, kata dia, hampir semua negara membutuhkan infrastruktur yang bagus agar perekonomian tumbuh dengan baik. Di Indonesia, ia mengatakan butuh sekitar Rp 4.900 triliun untuk membangun infrastruktur selama 5 tahun pemerintahan Presiden Jokowi. "Tidak semuanya dibiayai negara. Dengan PPP salah satu solusinya."
Simak: Perundingan Freeport Pemerintah Ditargetkan Rampung Oktober 2017
Presiden Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) Takehiko Nakao mengatakan kawasan Asia dan Pasifik masih perlu banyak investasi untuk pembangunan infrastruktur. Investasi di bidang infrastruktur, katanya, akan tetap menjadi prioritas ADB samppai 2030.
Nakao mengatakan pembangunan infrastruktur di Asia bukan hanya secara fisik tapi menggabungkan dengan teknologi maju. "Asia akan membutuhkan US$ 1,7 triliun per tahun untuk investasi di bidang listrik, transportasi, telekomunikasi, dan air sampai tahun 2030," kata Nakao.
ERWAN HERMAWAN (YOKOHAMA)