TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menilai beberapa pembangunan Indonesia di sektor maritim masih tertinggal dengan negara lain. Ketertinggalan itu terutama di sektor ilmu pengetahuan dan teknologi serta riset di bidang kelautan dan perikanan.
Menurut Jokowi, sudah berpuluh-puluh tahun Indonesia tidak pernah fokus di bidang tersebut. Ia berharap pembangunan di bidang sumber daya alam laut betul-betul diperhatikan. Nelayan pun harus ditingkatkan pengetahuannya dengan penerapan teknologi baru, yakni offshore aquaculture.
Baca: Menteri Susi: Kelautan dan Perikanan Andalan Utama RI
"Nelayan kita jangan terus diajak bekerja dengan pola yang lama. Sudah beberapa puluh tahun kita berurusan dengan cantrang. Enggak ada habisnya sehingga melupakan strategi besar lain yang memiliki nilai tambah lebih baik," kata Jokowi saat memberikan pemaparan dalam rakornas Kemaritiman, di Gedung Sasana Kriya, Taman Mini, Jakarta Timur, Kamis, 4 Mei 2017.
Jokowi menekankan, Indonesia merupakan negara maritim dengan area perairan sebanyak 70 persen. Namun Indonesia tak membicarakan teknologi pengelolaan laut, seperti Norwegia atau Taiwan, yang mengembangkan teknologi offshore quaculture.
"Ajari nelayan kita mengetahui barang apa ini. Nilai tambahnya bisa puluhan kali daripada yang kita lakukan sekarang ini. Sudah berpuluh-puluh tahun kita tidak berani melompat," katanya.
Baca: Meningkat, KKP Catat Jumlah Kapal Ikan Capai 4.041 Unit
Jokowi menambahkan, pengadaan teknologi offshore aquaculture juga tidak membutuhkan biaya mahal, hanya sekitar Rp 47 miliar. Menurut dia, ada manfaat yang bisa diambil dari mengganti cantrang dengan teknologi baru, yakni adanya transfer pengetahuan.
"Kalau kita belum bisa kerjakan sendiri, dikerjasamakan supaya ada transfer knowledge. Tanpa itu, kita tidak akan pernah meloncat. Kita itu terlalu monoton, linier. Padahal dunia berubah cepat sekali," kata Jokowi.
DESTRIANITA