TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Vincent Sonny Loho, mengatakan pembentukan induk usaha (holding) BUMN tinggal menunggu legalitas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016. Materi beleid tentang tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara BUMN dan perseoran terbatas itu tengah diuji Mahkamah Agung (MA).
Sonny mengatakan keputusan MA akan menentukan nasib holding BUMN. "Kalau MA memutuskan tidak ada pelanggaran dalam PP 72, ya jalan," kata dia di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu, 3 Mei 2017.
Namun jika MA menyatakan materi PP 72 tidak sesuai dengan ketentuan, pemerintah akan mengubahnya. "Mesti revisi dulu," ujarnya.
Baca:
Holding BUMN Perbankan Tinggal Tunggu Perpres
Pemerintah Siapkan 4 Holding BUMN Baru Tahun Depan
Ia berharap kajian terbaru itu bisa disetujui DPR dan bisa berlaku. Terkait dengan potensi penerimaan, Heru mengaku mengikuti alur. Ia mengatakan porsi penerimaan akan dihitung secara proporsional. "Tergantung kapan berlaku aturannya," ujar dia.
PP 72 digugat oleh Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). KAHMI menilai aturan tersebut berpotensi merugikan negara. Pasalnya, PP 72 mengatur pelaksanaan inbreng saham tanpa melalui mekanisme APBN dan tanpa persetujuan DPR.
Simak:
Bentuk Holding Bank, Menteri Rini: Nasabah Bertambah, Biaya Turun
Begini Usul Stafsus Menteri BUMN Soal Holding BUMN Tambang
Sonny mengatakan pemerintah telah memberikan jawaban atas gugatan tersebut. "Kami sudah kirim jawabannya.
Menurut Sonny, holding BUMN secara umum sudah siap baik secara proporsal, kajian, dan teknisnya. Menurut dia, holding pertambangan merupakan holding yang paling siap dilaksanakan.
Ia mengklaim holding bisa membuat perusahaan lebih baik. "Berdiri sendiri tidak sekuat kalau jadi satu," katanya. Ia mencontohkan PT Perkebunan Nusantara III yang digabung dan sekarang memiliki performa yang lebih baik.
VINDRY FLORENTIN