TEMPO.CO, Jakarta - Komite Aksi Perempuan yang terdiri dari sejumlah organisasi menuntut pemerintah untuk meningkatkan upah yang layak bagi buruh. Salah satunya adalah Perempuan Mahardhika. Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika mengatakan, saat ini buruh mendapatkan perlakuan sewenang-wenang dari perusahaan.
“Upah rendah semakin menjadi-jadi,” kata Ika di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Sabtu, 29 April 2017.
Baca: Peringati Hari Buruh, Kabupaten Tangerang Gelar Mancing Massal
Sebagai contoh, Ika menjelaskan, gaji yang dikantongi oleh seorang buruh perempuan di pabrik garment belum mencakup kebutuhan spesifik. Kebutuhan itu meliputi kesehatan reproduksi, pemenuhan gizi selama masa kehamilan dan melahirkan, serta perawatan anak. “Dalam kondisi hamil sulit mendapatkan layanan optimal,” ucapnya.
Penghasilan yang tak mencukupi ternyata diperparah dengan beban kerja yang tinggi. Ika menceritakan perusahaan kini tak segan-segan membebani pekerja dengan target yang tinggi. Bahkan bila target tak tercapai, buruh diminta untuk lembur atau terkena skorsing. “Sistem target makin brutal,” katanya.
Baca: BPS: Upah Buruh Tani Naik Jadi Rp 49.473,00 Per Hari
Ia mencontohkan pekerja diminta menuntaskan 180 jahitan di bagian lengan dalam waktu satu jam. Target itu bisa diubah sewaktu-waktu, misalnya dengan mempercepat waktu pengerjaan menjadi kurang dari satu jam. “Soal kontrak kerja pun sekarang semakin pendek. Jarang setahun,” ucap Ika.
Persoalan ketenagakerjaan tak hanya terjadi di sektor manufaktur atau informal. Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) menilai para pekerja rumah tangga masih mendapatkan upah yang jauh dari layak. Data dari Komite Aksi Perempuan menunjukkan pekerja rumahan, pembuat sepatu, di Penjaringan, Jakarta Utara hanya membawa pulang Rp15.000-Rp37.500 per hari. Upah itu tak sebanding dengan harga sepatu merk internasional yang dibanderol Rp400 ribu.
Yuni, salah satu pengurus Sapu Lidi (organisasi di bawah Jala PRT), menambahkan PRT pun rentan mengalami kekerasan. “PRT juga sering mendapatkan diskriminasi. Ada yang membedakan lift untuk PRT dan majikan,” kata dia.
Oleh sebab itu, ucap Yuni, di Hari Buruh nanti Komite Aksi Perempuan akan turun ke jalan mendesak Presiden Joko Widodo merealisasikan janjinya saat kampanye dulu. “Jokowi bilang buruh akan mendapat kerja dan upah layak. Tapi sampai sekarang belum ada realisasi,” tutur Yuni.
ADITYA BUDIMAN