TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menyatakan persoalan antara PT Freeport Indonesia dan pemerintah tak berdampak pada iklim investasi secara umum. "Untuk sementara ini, investor melihatnya sebagai special case satu kasus yang terisolasi yang tidak mencerminkan kondisi investasi atau iklim investasi secara umum," katanya di Jakarta, Rabu, 26 April 2017.
Buktinya, minat investasi di sektor pertambangan masih sangat besar. Realisasi investasi pada triwulan pertama 2017 paling banyak ke sektor pertambangan, yakni 14,2 persen dari total realisasi investasi sebesar Rp 165 triliun.
Baca: Ribuan Pekerja Freeport Di-PHK, Menteri Hanif Akan ke Timika
Lembong menuturkan mandeknya negosiasi pemerintah dan Freeport terkait smelter tak menggambarkan secara umum program hilirisasi mineral. Sebab, masih banyak investasi di bidang usaha pemurnian mineral.
"Dan berkaitan juga dengan sektor pertambangan dan turunannya, termasuk smelter, saya melihat program pemerintah yang dimulai di era pak SBY dan dilanjutkan di era Pak Jokowi, yaitu melanjutkan industri-industri hilir di pertambangan lumayan sukses sekarang," ujarnya.
Baca: Presiden Jokowi Peringatkan Freeport
Tiap-tiap komoditas mineral memiliki tingkat kemajuan hilirisasi yang berbeda. Yang paling berhasil, menurut Lembong, adalah nikel. "Berkat banyaknya smelter nikel baru di dalam negeri, sekarang Indonesia menjadi salah satu produsen stainless steel terbesar dunia," tuturnya.
Lembong mengatakan program hilirisasi mineral ini harus didukung penuh dan dikawal agar sukses. "Tentu ini proses yang ingin terus kita kawal dan kita dorong. Proses hilirisasi ini juga akan berkembang terus di sektor logam-logam industri dan logam mulia," ujarnya.
TONGAM SINAMBEL | ALI HIDAYAT