TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah berpotensi membuka ruang penguatan dan membuat daya tarik aset meningkat. Rupiah mengikuti tren global, yaitu menguat terhadap dolar Amerika Serikat. Rupiah ditutup di level 13.296 pada perdagangan Selasa, 25 April 2017.
Penguatan rupiah juga diiringi dengan penguatan surat utang negara (SUN) dan indeks harga saham gabungan (IHSG). "Semakin meredanya ketidakpastian politik dalam negeri perlahan telah mengembalikan optimisme," ujar analis Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, dalam keterangan tertulis, Rabu, 26 April 2017.
Baca: Anies Menjawab soal Kemustahilan DP Rumah Nol Rupiah
Rangga mengatakan fokus ke depan akan beralih pada rilis data inflasi Indonesia untuk periode April 2017, yang diperkirakan meningkat. Sebelum akhirnya perhatian juga akan tertuju pada data pertumbuhan ekonomi kuartal satu tahun ini, yang juga diperkirakan membaik.
"Rilis laporan keuangan emiten di kuartal satu 2017 yang mulai berlangsung juga memberikan petunjuk mengenai laju pemulihan perekonomian," katanya.
Menurut Rangga, ruang penguatan rupiah masih terbuka walaupun tren penguatan harga komoditas yang melanda akan menjadi penghalang.
Selanjutnya, yield SUN negara maju, kata Rangga, juga kembali menguat seiring dengan semakin meredupnya flight to safety dengan meredanya ketegangan politik di Uni Eropa. "Yield negara berkembang semakin banyak yang turun, termasuk SUN," ucapnya.
Rangga berujar pelemahan dolar Amerika juga membantu ekspektasi penguatan kurs di negara berkembang sehingga turut menambah daya tarik aset domestik. Lelang SUN yang menarik banyak penawaran relatif terhadap penyerapan juga menunjukkan masih kuatnya minat investor terhadap SUN.
Baca: Pertumbuhan Dana Pensiun Indonesia Lambat
Rangga menambahkan, kepemilikan asing yang masih konsisten meningkat juga menunjukkan bahwa minat tidak hanya datang dari investor domestik, tapi juga asing. "Sentimen negatif jangka pendek bisa datang dari potensi government shutdown di Amerika menjelang akhir pekan serta inflasi April 2017 yang diperkirakan naik," ujarnya.
Adapun lobi kebijakan anggaran Presiden Amerika Donald Trump yang masih berlangsung membuat indeks dolar terus tertekan. Rangga menuturkan ketakutan tidak hanya karena government shutdown di Amerika, tapi juga program stimulus perpajakan Trump yang terancam tidak disetujui kongres."Optimisme di Uni Eropa pasca-pemilu Prancis juga konsisten menekan indeks dolar," tuturnya.
GHOIDA RAHMAH