TEMPO.CO, Semarang - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah telah mengesahkan Peraturan Daerah (perda) Pembangunan Industri Provinsi. Perda itu mengacu rencana induk pembangunan industri nasional yang belum lama ini dikeluarkan pemerintah pusat.
“Perda ini sifat mandataris harus dilanjutkan perda di tingkat daerah,” kata Anggota Komisi Perekonomian, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah, Fefri Frimawan, Selasa 25 April 2017.
Baca: Jawa Tengah Percepat Pembangunan Proyek Infrastruktur
Setelah disahkan, perda ini harus diikuti kabupaten kota di Jawa Tengah mengeluarkan kebijakan rencana pembangunan industri masing-masing. Menurut Feri, Perda itu memasukan kualifikasi semua industri dengan beragam ketentuan. “Salah satunya industri telematika yang memproduksi gambar dan film,” kata Ferri.
Baca: Presiden Jokowi: Prospek Kawasan Industri Kendal Sangat Baik
Ia menjelaskan Perda pembangunan industri provinsi bertujuan mengatur industri dari efek negatif dan fungsi secara maksimal. Di sisi lain Perda itu memberikan kepastian kepada pelaku industri dan beberapa isinya mengurangi kemiskinan dan angka pengangguran.
Fefri menuturkan perda yang disahkan itu banyak megupas industri padat karya yang memerlukan tenaga dan modal sekala besar. Industri itu dinilai nyambung dengan aturan yang baru disahkan untuk kontrol beban pajak dan efek pencemaran.
Selain itu, kebijakan pusat dengan yang sedang menggalakan industri berikat dengan cara impor yang kemudian mengolah dan diekpor kembali.
Walaupun Perda baru hanya beberapa lembar, namun penjelasan terkait pasal demi pasal yang ada lebih tebal. “Soal pasal-pasal tak sebanyak perda lain. Simple, tapi penjelasan detail,” katanya.
Meski aturan khusus, Perda tak mengungkapkan sanksi, namun aturan itu akan ditindak lanjuti dengan dengan peraturan gubernur Jateng.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng, Frans Kongi mengaku belum pernah diajak diskusi membahas perda pembangunan industri itu. Meski begitu ia berharap isi Perda yang disyahkan itu nyambung dengan keinginan para pelaku industri di Jateng.
“Saya baru tahu karena sebelumnya tak pernah diajak bicara,” kata Frans.
Ia berharap Perda itu mengatur secara rinci perlindungan investasi di Jawa Tengah yang dinilai belum maksimal. Frans mencontohkan perlindungan yang dibutuhkan di antaranya kesediaan lahan industri infra struktur bahan baku. “Kalau kami butuh kawasan ya dibantu dibebaskan,” katanya.
Keinginan yang ia harapkan itu terkait kondisi bisnis dan industri di Jateng saat ini yang tumbuh belum maksimal. Meski tak menyebutkan angka, Frans mengaku industri di Jateng justru terhambat oleh pasar internasional dan suku bungga bank yang masih tinggi.
“Kami masih bersaing keras berebut pasar, tapi suku bungga bank masih 13 persen,” katanya.
EDI FAISOL