TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah didorong memberikan sejumlah insentif untuk menarik minat anak muda terjun di bidang pertanian.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor (IPB) Suryo Wiyono mengatakan perlambatan regenerasi petani banyak terjadi di negara asean, termasuk Indonesia sebagai negara agraris. Jika kondisi ini dibiarkan, maka secara jangka panjang akan menyulitkan sektor pertanian dalam negeri untuk berkembang, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Baca: Menteri Amran Jamin HET Tak Rugikan Konsumen dan Produsen
Dia menyampaikan kompetensi petani menjadi faktor penting untuk memajukan sektor pertanian. Di antaranya sikap terhadap teknologi, kemampuan mengambil resiko, dan adaptasi terhadap situasi baru. Dengan kompetensi itu dapat meningkatkan produktivitas, kualitas, daya saing, dan berujung pada peningkatan kesejahteraan.
Baca: Menteri Desa Sebut Program Prokades Ada Kemajuan
"Selama petani tidak dibangun, maka mesin-mesin canggih itu hanya akan menjadi besi tua," tutur Suryo dalam diskusi publik bertema Regenerasi Petani, Mencari Petani Muda: Ikhtiar Membangun Masa Depan Pertanian Indonesia, di Jakarta, Selasa, 25 April 2017.
Hasil Kajian Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), menyebutkan Potret suram pertanian menyebabkan anak muda desa enggan menjadi petani. Sebanyak 70 persen anak petani padi dan 60 persen anak petani hortikultura tidak ingin mengikuti jejak orang tua mereka.
Survey itu dilakukan di empat kota yakni Tegal, Karawang, Bogor, dan Garut. KRKP juga menunjukkan 70 persen petani padi dan 73 persen petani hortikultura yang menjalani profesinya sebagai petani bukan merupakan pekerjaan yang diinginkan sejak awal.
Padahal, data BPS menyebutkan struktur umur petani saat ini mengalami penuaan. Sekitar 61,8 persen petani di Indonesia berumur lebih dari 45 tahun dan hanya 12 persen yang berumur kurang dari 35 tahun. Selain itu, mayoritas petani indonesia berpendidikan rendah. Data Kemenakertrans tahun 2013 juga menyebutkan petani yang berpendidikan Sekolah Dasar mencapai 72 persen.
Menurut dia, pemerintah perlu menyiapkan kebijakan pertanian lebih kondusif. Seperti insentif untuk startup pertanian dan pelatihan pertanian bagi anak muda. Selama ini, tidak banyak pelatihan pertanian bagi petani pemula. "Perlu insentif bagi pemuda untuk memajukan usaha pertanian, baik melalui kapital maupun peraturan," kata dia.
Soal pentingnya regenerasi petani, kata Suryo, sebenarnya pernah disampaikan ke Kementerian Pertanian pada November 2015. Namun, sepanjang tahun tersebut upaya regenerasi masih berjalan lamban.
Perguruan Tinggi juga didorong menyiapkan kurikulum yang adaptif terhadap kondisi pertanian saat ini. Kurikulum pendidikan tidak saja teoritis, tetapi juga praktis. "Pertanian sebenarnya saat ini sedang bagus, khususnya hortikultura. Ini didorong jumlah penduduk meningkat, pendapatan meningkat, dan konsumsi yang meningkat karena gaya hidup sehat mulai dari konsumsi buah dan daging," kata dia,
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan Said Abdullah menyampaikan regenerasi petani dapat dicari di desa. Dengan UU Desa memberikan ruang untuk menata desa mereka.
Dukungan dari desa dapat diberikan dengan memperbesar akses terhadap lahan, apalagi salah satu masalah terbesar pertanian adalah ketersediaan lahan. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dapat membuka akses permodalan dan pasar. "Aplikasi yang masuk ke duta petani muda ada 514 aplikasi. Artinya, potensi anak muda di sektor pertanian besar, tetapi belum banyak dikelola," kata dia.
Direktur Pelayanan Sosial Dasar Hanibal Hamidi menyampaikan momentum UU Desa seharusnya dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. "Kementerian Desa juga menjalin kerjasama dimana ada Rp40 miliar untuk menggagas desa mandiri berbasis pangan," kata dia.
BISNIS