TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan budi daya rumput laut jenis lawi-lawi atau anggur laut untuk menembus pasar ekspor internasional dan sebagai bentuk eksplorasi sumber daya rumput laut nasional. “Ini menjadi harapan baru bagi Indonesia untuk menjadi kiblat rumput laut dunia dapat terwujud,” ujar Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, dalam keterangan tertulis, Selasa, 25 April 2017.
Slamet menuturkan KKP telah menjadikan komoditas rumput laut sebagai unggulan utama komoditas perikanan budi daya sejak dulu. Sebab, rumpul laut memiliki nilai strategis dalam menopang perekonomian nasional, dan menjadi usaha yang telah
menyentuh aspek pemberdayaan masyarakat. “Untuk menghadapi tantangan persaingan perdagangan rumput laut global, maka jaminan kualitas yang sesuai standar permintaan pasar mutlak harus dipenuhi,” katanya.
Baca: Ekspor Rumput Laut Turun 30 Persen, Ini Sebabnya
Slamet berujar KKP juga terus mendorong pemenuhan kebutuhan bibit yang berkualitas dan adaptif melalui penyediaan bibit hasil kultur jaringan yang hingga kini tersebar di sentra-sentra produksi di seluruh Indonesia. Indonesia memiliki
keunggulan komparatif yang tinggi jika dibandingkan dengan negara produsen rumput laut di dunia. “Yaitu memiliki keragaman sumber daya rumpul laut yang melimpah, ini menjadi PR bagaimana potensi dapat dioptimalkan secara mandiri.”
Baca: Industri Pengolahan Rumput Laut masih Minim Pemain
Salah satu varian rumput laut yang didorong perkembangannya adalah lawi –lawi asal Sulawesi Selatan atau latoh dari Lombok, atau disebut anggur laut, dari jenis Caulerpa sp. Rumput laut ini sebelumnya dianggap menjadi panganan biasa masyarakat, namun melalui program diversifikasi komoditas telah menjadi alternatif utama untuk menopang pendapatan masyarakat dan menjadi primadona yang dipilih petambak.
Baca Juga:
Ratte Daeng Bella, 46 tahun, salah satu pembudidaya mengatakan harga jual basah lawi-lawi berkisar antara Rp 150-250 ribu per karung. Dia pun memperoleh penghasilan hingga Rp 15 juta per bulan untuk lahan tambak yang dimiliki seluas
3.500 m2. “Rumput laut lawi-lawi telah menopang ekonomi masyarakat dan kami berharap permintaan pasar ke depan semakin luas,” ujarnya.
Data rumput laut nasional dalam kurun waktu lima terakhir hingga 2015 lalu menunjukkan tren kenaikan positif, dengan rata-rata kenaikan mencapai 22,25 persen. Tahun 2015 volume produksi rumput laut nasional tercatat mencapai kurang lebih 11,2 juta ton dengan nilai produksi mencapai Rp 13,2 triliun atau naik 9,8 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai kurang lebih 10,2 juta ton.
GHOIDA RAHMAH