Triawan mahfum rencana penerimaan dana hibah Korea itu memantik kecurigaan. Salah satu kecurigaan itu, misalnya, ketakutan pasar Indonesia dibanjiri film asal negeri Ginseng. Menurut Triawan, anggapan seperti itu keliru karena dalam perjanjian kedua negara, bukan hanya Korea Selatan yang bisa menjual filmnya ke Indonesia, tetapi juga berlaku sebaliknya.
Tak mengherankan bila sejumlah produser film menduga penolakan hibah asal Korea Selatan ini karena pengusaha bioskop domestik, terutama bioskop raksasa, khawatir ceruk pasarnya tergerus.
Catherine Keng, Corporate Secretary Group 21, yang memiliki bioskop Cinema XXI, The Premiere, dan Cinema 21, sadar tudingan itu ditujukan ke perseroannya. Catherine mengatakan sudah kenyang dikambinghitamkan dan dituduh melobi sana-sani.
Menurut dia, Group 21 enggan mengomentari rencana penerapan IBOS. Sebab, data jumlah penonton sudah dibuka kepada pemerintah dan sudah dipublikasikan kepada masyarakat. Dari data yang ada itu sudah bisa didiagnosis persoalan film nasional, salah satunya jalan di tempat. “Banyak film kurang mutunya atau sedikit diminati penonton,” katanya. Itu sebabnya perlu dicari jalan keluar. Solusinya, kata dia, bukan menyelesaikan persoalan data pelaporan secara mutakhir.
AKBAR TRI KURNIAWAN