Namun tak semua produser satu suara. Pendiri rumah produksi Starvison, Chand Parwez Servia, menilai bahwa tanpa IBOS, data jumlah penonton bisa diakses. Ia menampik anggapan bahwa pengusaha bioskop sengaja menutupi akses terhadap data ini.
Sebaliknya keduanya bisa bekerja sama menggali informasi jumlah penonton karena hal ini saling menguntungkan buat keduanya. Maka Parwez menilai penerapan IBOS tidak banyak mendatangkan manfaat. “Banyak mudaratnya,” katanya.
Bagi Anang Hermansyah, penerapan IBOS menjadi kunci transparansi di industri perfilman nasional. Dari sistem itu akan didapatkan data jumlah penonton berdasarkan film. Dengan demikian, setiap film bisa dihitung pendapatan dari jumlah tiket yang terjual. Dari hitungan itu, akan bisa dikalkulasi besarnya royalti pemain film. Pemerintah juga bisa menghitung potensi pajak dari industri ini lebih tepat.
Adapun Triawan menilai penerapan IBOS bakal memikat investor asing datang ke Indonesia. Setelah dibukanya daftar negatif investasi untuk film, investor asal Cina, India, dan Korea Selatan mulai melirik Indonesia. Kedatangan investor tersebut merupakan peluang menambah jumlah layar bioskop di Indonesia, terutama di daerah.
Triawan mengungkapkan, selama ini investor asing enggan masuk karena tidak tersedianya data jumlah penonton yang terverifikasi. Menurut Triawan, di sinilah urgensi penerapan IBOS. Ia menilai penerapan IBOS genting karena Indonesia tertinggal dengan negara Asia Tenggara lainnya.
“Banyak negara telah menerapkan IBOS,” katanya. Untuk menerapkan sistem ini, Triawan mengaku mendapatkan tawaran dari Korea International Cooperation Agency, lembaga nirlaba Korea Selatan, sebesar US$ 5,5 juta atau Rp 73 miliar.
Dana hibah inilah yang memicu penolakan dari beberapa pengusaha bioskop. Djonny Safruddin, Ketua Umum Ketua Umum Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia, menolak IBOS dibiayai negara lain. Pemilik bioskop independen di lima kota di Jawa Tengah ini mencurigai ada kepentingan dagang di balik dana hibah tersebut.
Ia membantah IBOS telah diterapkan di banyak negara. “Penerapan IBOS hanya di Korea,” ujarnya. Djony waswas sistem baru ini menelanjangi dapur pasar film domestik.