TEMPO.CO, Jakarta -PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Rabu, 12 April 2017 lalu memutuskan untuk merombak jajaran direksi, yaitu memasukkan tiga nama direktur baru untuk menggantikan empat direktur yang diberhentikan.
Pahala Nugraha Mansury ditetapkan sebagai Direktur Utama menggantikan Arif Wibowo, selanjutnya Puji Handayani ditetapkan sebagai Direktur Produksi dan Nina Sulistyowati sebagai Direktur Marketing dan Teknologi Informasi. Formasi baru ini pun mengundang pertanyaan masyarakat karena kursi direktur operasional dibiarkan kosong oleh pemegang saham.
Baca: Analis: Saham Garuda Indonesia Terdongkrak Pergantian Direksi
Jabatan direktur operasional seperti diketahui bertanggung jawab pada kegiatan hilir mudik pesawat dan kegiatan penerbangan, hingga insiden dan kecelakaan bila terjadi. Komisaris Utama Garuda Indonesia, Jusman Syafii pun angkat bicara untuk menjawabnya dan meminta masyarakat tak perlu khawatir akan terjadi kekacauan tanpa adanya direktur operasional khusus.
“Sebetulnya preseden tentang nomenklatur direktur produksi telah terjadi, yaitu di Citilink ada Hadinoto,” ujar dia, dalam keterangan tertulis, Jumat, 14 April 2017. Jusman mengatakan ketika itu Citilink mendapatkan izin dari Kementerian Perhubungan dan tidak dinilai melanggar Civil Aviation Safety Regulation (CASR).
Baca: Jadi Dirut Garuda yang Baru, Ini Riwayat Pahala Mansury
Menurut dia, nomenklatur direktur produksi dimaknai sebagai mata rantai nilai tambah. Yaitu masuk dalam proses bisnis dalam suatu sistem yang mengintegrasikand an mensinergikan fungsi sistem operasi dan keamanan. Yaitu tata cara dan mekanisme untuk menjamin kualitas keamanan operasi armada pesawat untuk dioperasikan dan fungsi engineering serta standar operasional prosedur untuk kelayakan dan kesehatan pesawat.
Jusman menjelaskan di Garuda Indonesia terdapat chief operations, chief pilot, dan chief engineering, serta Garuda Maintanance Facilities, dengan rentang tanggung jawab yang jelas juga sesuai CASR. “Jadi bisa diaudi, apalagi buat Garuda sebagai flag carrier Indonesia tak mungkin ada kompromi di safety of airplane operations.”
Jusman berujar Garuda saat ini sedang mentransformasi proses bisnisnya berdasarkan pendekatan sistem untuk integrasi dan sinergi antar kompetensi utama. Sebab, Garuda memiliki 156 pesawat baik badan lebar maupun sempit, juga pesawat ATR dan CRJ dalam beberapa jenis dan tipe. “Ada rute internasional dan domestik, ini harus dikelola dengan tata cara yang berbeda ketika menghadapi tekanan kompetisi yang semakin ketat,” katanya.
Kemudian, Jusman melanjutkan dibutuhkan optimalisasi utilitas pesawat, pengaturan rute, dan deployment crew agar performa tepat waktu tetap terjaga, sesuai dengan harapan konsumen. Terlebih harga bahan bakar avtur Pertamina sekitar 12-20 persen lebih murah dibandingkan dengan Singapura. “Safety pasti jadi fondasi bisnis airline.”
GHOIDA RAHMAH