TEMPO.CO, Jakarta - Google Inc dikabarkan tersandung masalah ketenagakerjaan di Amerika Serikat. The Guardian melaporkan, Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat menuduh perusahaan teknologi ini menerapkan sistem pengupahan yang diskriminatif terhadap perempuan.
"Kami menemukan perbedaan kompensasi yang sangat sistemik terhadap perempuan di semua lini pekerjaan," kata Direktur Regional Departemen Tenaga Kerja, Janette Wipper, saat bersaksi di pengadilan San Francisco, kutip di Koran Tempo, edisi Selasa 11 April 2017.
Baca Juga:
Baca: Otoritas Pajak Minta Google Selesaikan Pembayaran
Penyelidikan Departemen Tenaga Kerja terhadap Google masih berlangsung. Penyidik telah mengumpulkan informasi yang mengarah pada fakta bahwa raksasa Internet ini melanggar Undang-Undang Tenaga Kerja Federal, khususnya tentang penggajian.
Kuasa hukum Departemen Tenaga Kerja, Janet Herold, mengatakan, meski hasil penyelidikan ini belum lengkap, pemerintah telah mendapatkan bukti kuat diskriminasi gaji pekerja perempuan di markas Google. “Diskriminasi terhadap perempuan cukup ekstrem," ujarnya.
Baca Juga:
Baca: Tarik Pajak Google, Ini Skenario Ditjen Pajak
Pejabat Departemen Tenaga Kerja pun mengeluhkan sikap Google yang kurang kooperatif lantaran menolak menyerahkan data gaji karyawannya.
Pemerintah berkeras menyatakan Google sebagai kontraktor federal wajib mematuhi aneka aturan, salah satunya menyerahkan catatan dan riwayat penggajian pekerja. Namun Google menolak dengan alasan data tersebut merupakan privasi karyawannya.
Dalam tanggapannya, manajemen Google menyatakan tidak sepakat dengan tuduhan Departemen Tenaga Kerja karena tidak memiliki dasar yang jelas. "Setiap tahun kami melakukan analisis komprehensif mengenai skema pembayaran karyawan dan tidak menemukan perbedaan berdasarkan gender," demikian pernyataan Google seperti dikutip USA Today.
Apalagi, kata mereka, saat ini sekitar 19 persen posisi penting untuk urusan teknologi Google diisi perempuan. Google pun memiliki 70 ribu awak perempuan, atau sepertiga dari total pegawai.
Tuduhan pemerintah terhadap Google muncul bersamaan dengan rentetan kasus diskriminasi gender yang terjadi di perusahaan berbasis Internet, yang rata-rata didominasi pekerja laki-laki.
Kasus ini menjadi tamparan kedua bagi Google, yang sebelumnya terseret kasus pelecehan seksual mantan karyawannya yang bernama Amit Singhal. Kasus ini mencuat bulan lalu setelah Singhal, yang menjabat Senior Vice President of Engineering Uber, dipecat dari pekerjaannya. Rupanya manajemen Uber baru tahu bahwa dia pernah terlibat kasus di Google saat menjabat Head of Search.
Aktivis kesetaraan gender dan pemerintah pun sudah lama membidik perusahaan-perusahaan teknologi, yang dikenal sebagai “boys club” alias sarang pekerja profesional pria.
Selain ada kecenderungan pelecehan seksual terhadap perempuan, lingkungan industri ini rentan terhadap isu rasial lantaran sangat banyak pekerja yang berasal dari Asia. Januari lalu, pemerintah menggugat Oracle atas dugaan membedakan gaji karyawan kulit putih dengan pekerja asal Asia bahkan di bidang pekerjaan yang sama. Namun tuduhan itu dibantah Oracle.
FERY FIRMANSYAH