TEMPO.CO, Jakarta - Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia atau REI berencana membentuk lembaga sertifikasi untuk pengembang. Kegiatan itu bertujuan untuk mengukur kepatuhan sumber daya manusia dalam mengembangkan satu proyek yang sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.
REI tengah mengajukan kelayakan skema pada departemen teknis yang ada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi dan Keanggotaan Dewan Pengurus Pusat REI Djoko Slamet Oetomo mengatakan, perencanaan lembaga sertifikasi REI ini sudah dirumuskan sejak setahun silam. Sayangnya, permintaan akan dukungan sejumlah pihak terkait belum juga selesai.
Salah satunya, Menteri PUPR yang menganggap hal itu akan berbenturan dengan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).
“Kami butuh dukungan Kementerian PUPR tersebut untuk proses mengesahkan lembaga ini di Kementerian Tenaga Kerja karena intinya yang akan kami sertifikasi adalah sumber daya manusianya yang mengerjakan proyek bukan satu proyek propertinya,” ujarnya kepada Bisnis belum lama ini.
Sementara lembaga tengah diproses pembentukannya, kata Djoko, pihaknya sudah memiliki 15 asesor dari profesional anggota REI yang sudah terlatih dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi. Asesor tersebut yang nantinya menjadi tim penguji dalam lembaga sertifikasi REI.
Djoko menjabarkan, nantinya jika seseorang ingin mendapat sertifikat harus mampu memenuhi 17 poin yang digunakan sebagai standar uji kompetensinya, antara lain mencakup kemampuan komunikasi saat pembebasan lahan, kemampuan memahami fungsi pengembang, hingga kemampuan mentransfer keahlian atau menerima keahlian lain dalam dirinya.
Menurutnya, hal-hal yang terangkum dalam 17 poin tersebut, bukan sesuatu standar baru. Jika selama ini pengembang sudah bekerja sesuai dengan etika profesi yang berlaku, dipastikan tidak akan mengalami kesulitan dalam memenuhi syarat lembaga sertifikasi REI.
Meski demikian, REI juga akan memfasilitasi adanya diklat pengembangan profesi bagi anggota seperti yang selama ini kerap dilakukan.
“Intinya kami tidak membuat barang yang benar-benar baru soalnya broker saja punya, kenapa pengembang tidak? Akan sia-sia kalau seseorang yang selama ini dianggap ahli, tapi tidak teruji.”
Lembaga sertifikasi REI ditargetkan akan mulai bekerja pada tahun ini. Lembaga ini dipastikan bekerja secara independen yang menerima pengajuan dari pengembang, baik anggota REI sendiri maupun bukan anggota REI.
Djoko menjelaskan, jika lembaga ini sudah berjalan ke depannya, REI tidak akan menutup kemungkinan untuk membuat hal serupa yang fokus pada manajemen khusus pembiayaan dan pengelolaan gedung.
Dia menilai, industri properti memiliki fokus kerja yang beragam dan tidak bisa disamakan standar kompetensinya satu sama lain.
TANGGUNG JAWAB
Senior Associate Director Collier International Indonesia Ferry Salanto mengapresiasi upaya REI dalam pembentukan lembaga sertifikasi bagi pengembang. Menurutnya, lembaga ini muncul dari ide yang sederhana, yakni memastikan setiap pengembang menjadi bertanggung jawab.
“Bagus ya, supaya ke depan kita tidak dengar lagi adanya pengembang nakal. Jadi, komitmen pengembang bisa teruji apapun yang mereka katakan pada awal adalah yang akan didapat konsumen nantinya,” katanya.
Selain itu, sertifikat ini juga akan memudahkan konsumen dalam mencari dan mengenal latar belakang pengembang. Tak hanya yang bisa dilakukan selama ini, yakni sebatas melalui situs pencarian di Internet.