TEMPO.CO, Jakarta - Filipina berencana meniru program tax amnesty atau pengampunan pajak yang dilakukan pemerintah Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mendanai rencana belanja yang ambisius.
Menurut Sekretaris Keuangan Filipina Carlos Dominguez, pemerintah Filipina akan menargetkan para penghindar pajak serta memperkuat tingkat kepatuhan wajib pajak sebelum mengadopsi program tax amnesty. “(Program tax amnesty kami) mungkin akan sangat serupa dengan Indonesia,” ujarnya dalam suatu wawancara televisi Bloomberg di Cebu, Filipina, seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat, 7 April 2017.
Baca: Beberapa Penyebab Target Tax Amnesty Tak Tercapai
Terkait dengan penghindar pajak, ia menyatakan bahwa program tax amnesty tidak akan berhasil jika mereka tidak yakin bahwa mereka akan dikejar. “Pertama kami akan megejar mereka, menunjukkan bahwa pemerintah sangat serius akan hal ini dan memiliki kemampuan politik untuk menghentikan penghindaran pajak,” ujarnya.
Pelaksanaan program amnesti pajak Indonesia yang telah digelar selama lebih kurang sembilan bulan dan berakhir pada 31 Maret 2017, telah mendorong pendapatan negara sebesar lebih dari US$10 miliar. Program ini mengizinkan warga negaranya untuk menyelesaikan permasalahan dalam pembayaran pajak mereka serta membayar denda terendah sebesar 2 persen ketika mendeklarasikan aset tersembunyi mereka.
Baca: Tax Amnesty & SPT, Ini 2 Regulasi Baru dari Ditjen Pajak
Program amnesti pajak oleh Indonesia pun dipandang sukses secara garis besar, dengan lebih dari 970.000 wajib pajak yang berpartisipasi. Dominguez berupaya meningkatkan kepatuhan pajak serta mendorong rencana reformasi pajak untuk membantu menangkal penurunan peringkat kredit di saat defisit anggaran melebar.
Bulan lalu, pemerintah Filipina mengajukan pengaduan pidana terhadap produsen rokok Mighty Corp. karena tidak membayar pajak senilai hampir 10 miliar peso. Pemerintah Filipina sendiri membutuhkan dana untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur senilai US$160 miliar. Berdasarkan data World Bank, rasio pendapatan pajak negara tersebut mencapai 13,6 persen dari produk domestik bruto pada 2014, lebih rendah dari negara-negara regional lain seperti Malaysia dan Thailand.