TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Eny Panggabean mengatakan timnya siap menyegel kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank atau money changer yang tak berizin hingga tenggat waktu sosialisasi hari ini pukul 24.00 WIB. Bank Indonesia mengidentifikasi 661 dari total 783 unit usaha yang belum mengajukan izin badan hukum sebagai kegiatan penukaran valas non bank.
Baca: BI Beri Ultimatum Money Changer di Kalteng
"Sebetulnya mereka yang berizin sudah kami awasi secara langsung, yang tidak ini kami datangi dan lakukan penertiban," kata Eny di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jumat 7 April 2017.
Sebelumnya, Bank Indonesia mengidentifikasi 783 money changer bukan bank tak berizin yang tersebar di seluruh pulau. Sebanyak 46 pengusaha telah mengajukan izin sebagai badan usaha, dan 76 pengusaha lainnya dalam proses pengajuan atau menyatakan minat menjadi money changer bukan bank legal.
Baca: BI Temukan 612 Money Changer Nonbank Ilegal
Eny menyebut, lebih dari 90 persen kegiatan money changer ilegal dilakukan oleh pengusaha individu. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia, usaha penukaran valuta asing bukan bank harus memiliki badan hukum perseroan terbatas yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.
Jumlah minimal modal bagi kegiatan usaha di Jakarta dan Batam sebesar Rp 250 juta, sementara untuk wilayah lain Rp 100 juta. "Jadi, mereka harus menentukan sikap apakah mereka memproses untuk berbadan hukum, atau pilih menutup usahanya," kata Eny.
Kepala Departemen Hukum Bank Indonesia Rosalia Suci mengatakan kegiatan usaha tak berizin kerap dipakai untuk menyembunyikan hasil perdagangan narkoba, pendanaan terorisme dan pencucian uang. "Jika ini tidak diatur, kami tak punya cukup data untuk pengambilan kebijakan. Perlindungan konsumen juga tak ada," kata Suci saat sosialisasi di Semarang.
Bank Indonesia bekerjasama dengan Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, Badan Narkotika Nasional, dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan untuk mendeteksi kejahatan keuangan melalui penukaran valas.
Direktur Tindak Pidana Khusus Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan usaha ilegal tersebut juga kerap dipakai untuk menghindari pajak transaksi ekspor impor. Perusahaan mengecilkan nilai barang agar terhindar pajak, lalu transaksi melalui kupva atau elektronik (e-banking). "Kalau kami tak bisa mengidentifikasi, ini dapat memengaruhi ekonomi kita," kata Agung.
Direktur Tindak Pidana Pencucian Uang Badan Narkotika Nasional Brigadir Jenderal Rohmat Sunanto mengatakan kupva tak berizin sering melakukan kerjasama dengan kupva legal. Modus lain yaitu menggunakan skema importasi fiktif, dan transfer beberapa rekening. "Uang itu dipecah ke beberapa bank, lalu ditukar valas," kata Rohmat.
PUTRI ADITYOWATI