TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan Indonesia bukan negara yang merugikan nilai perdagangan Amerika Serikat (AS). Sehingga tidak selayaknya masuk dalam kategori negara yang merugikan Amerika seperti termuat dalam perintah eksekutif Presiden Donald Trump.
"Seharusnya Indonesia tak masuk. Tapi tentu perlu dicermati perkembangan dari AS," kata Mirza Adityaswara di Museum Bank Indonesia, Rabu, 5 April 2017.
Baca juga: Tukar Uang Pecahan, Bank Indonesia Minta 10 Bank
Menurut Mirza, ada beberapa kriteria negara yang dianggap dapat merugikan AS dalam sektor perdagangan. Salah satunya, negara tersebut mencatatkan surplus neraca perdagangan lebih dari US$ 20 miliar AS.
"Indonesia tidak, Indonesia hanya sekitar 13 miliar dolar AS (surplus)," kata Mirza.
Selain itu, suatu negara dapat dikatakan merugikan apabila memiliki surplus neraca transaksi berjalan secara total dari segi ekspor maupun impor barang dan jasa.
"Sedangkan Indonesia transaksi berjalannya defisit 1,8-2 persen terhadap PDB. Jadi tidak termasuk," kata dia.
Selain itu, negara tersebut juga intensif melakukan intervensi nilai tukar mata uang selama satu tahun dengan tujuan melemahkan kurs negara sendiri sehingga nilai ekspor negara tersebut menuju AS menjadi lebih murah.
Menurut Mirza, dalam hal ini Indonesia tidak pernah sengaja melemahkan mata uangnya untuk menekan biaya ekspor.
"Kalau Indonesia bergejolak, BI masuk ke pasar untuk pengendalian. Yang terjadi malah mencegah Rupiah menjadi terlalu lemah," tutur Mirza.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menerbitkan perintah eksekutif untuk melakukan investigasi terhadap negara-negara yang menyumbang terjadinya defisit neraca perdagangan AS.
Perintah eksekutif ini dibuat dengan tujuan melindungi perekonomian AS dari politik dumping yang dilakukan negara mitra dagang dan manipulasi kurs yang membuat harga barang impor lebih murah.
Dalam aturan itu, Indonesia termasuk negara yang disebut-sebut merugikan kepentingan AS dalam perintah eksekutif karena menempati peringkat negara ke-15 yang memiliki defisit perdagangan dengan AS.
Posisi pertama ditempati oleh Cina dengan US$ 347 miliar, disusul dengan Jepang, Jerman, Meksiko, Irlandia, Vietnam, Italia, Korea Selatan, Malaysia, India, Thailand, Prancis, Switzerland dan Taiwan.
Sebagai informasi, saat ini surplus neraca perdagangan Indonesia dengan AS mencapai US$ 8,8 miliar pada 2016. Namun AS mengklaim mengalami defisit neraca perdagangan dengan Indonesia hingga US$ 13 miliar.
DESTRIANITA