TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat, 31 Maret 2017, pagi, bergerak menguat tipis sebesar dua poin menjadi Rp13.314, dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.316 per dolar AS.
"Fluktuasi mata uang rupiah stabil seiring dengan permintaan surat utang negara (SUN) yang masih tinggi," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Jumat, 31 Maret 2017.
Ia menambahkan bahwa harapan kenaikan peringkat utang oleh Standard & Poors (S&P) juga masih tinggi walaupun perlahan menumbuhkan ketidakpastian baru di dalam negeri.
Di sisi lain, lanjut dia, laju inflasi Maret 2017 yang diperkirakan stabil juga turut menjadi salah satu faktor yang menjaga fluktuasi rupiah. Ruang penguatan rupiah masih cukup terbuka meski terbatas dalam jangka pendek.
Baca: IHSG Kembali Dibuka di Zona Merah
Dari eksternal, ia mengatakan bahwa sentimen mengenai pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal keempat 2016 yang direvisi naik menjadi 2,1 persen dari sebelumnya 1,9 persen dapat mendorong dolar AS mengalami apresiasi sehingga dapat menahan laju rupiah lebih tinggi.
Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menambahkan bahwa adanya sentimen dari pengajuan keluarnya Inggris dari Uni Eropa sebagai kelanjutan hasil jajak pendapat masyarakat Inggris sebelumnya, memberikan efek negatif pada pergerakan mata uang euro. "Imbasnya tentu pada laju rupiah yang penguatannya cenderung tertahan," ujarnya.
Ia mengharapkan pemberitaan mengenai kerja sama produktif antara Prancis dan Indonesia serta pembahasan Kementerian Perindustrian dengan PBB terkait peningkatan daya saing nasional serta ekspektasi akan positifnya data-data makro ekonomi nasional dapat menjaga pergerakan rupiah.
Baca: Aksi 313 Tak Pengaruhi Laju IHSG dan Rupiah
Kurs Rupiah tak terpengaruh aksi 313. Sejumlah analis berpendapat Rupiah lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen global. Analis PT Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan demonstrasi tidak ada mempengaruhi laju IHSG dan Rupiah, sama seperti aksi-aksi sebelumnya. "IHSG dan Rupiah lebih dipengaruhi sentimen global," kata dia melalui pesan singkat, Jumat, 31 Maret 2017.
Chief Economist PT Bank Central Asia (BCA) Tbk David Sumual pun berpendapat serupa. "Aksi tidak berdampak apapun selama berjalan damai," katanya. Menurut David, pasar lebih memperhatikan kondisi eksternal. Salah satunya mengenai realisasi janji kebijakan fiskal Presiden Amerika Serikat Donald Trump pasca gagal disetujuinya revisi Undang-Undang Healthcare atau Obamacare oleh parlemen yang dikuasai Partai Republik.
ANTARA | VINDRY FLORENTIN