TEMPO.CO, Semarang - Bank Indonesia menemukan 783 kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (Kupva BB) atau money changer tak berizin. Fasilitas penukaran mata uang tersebut rawan dipakai dalam transaksi hasil kejahatan.
Kepala Departemen Hukum Bank Indonesia Rosalia Suci mengatakan kegiatan usaha tak berizin kerap dipakai untuk menyembunyikan hasil perdagangan narkoba, pendanaan terorisme, dan pencucian uang. "Jika ini tidak diatur, kami tak punya cukup data untuk pengambilan kebijakan. Perlindungan konsumen juga tak ada," kata Suci saat sosialisasi di Semarang pada Rabu, 29 Maret 2017.
Baca:
Batas Penyampaian SPT Online Diperpanjang Hingga 21 April
Uber Akhirnya Tarik Layanan di Denmark, Simak Alasannya
Layanan Pajak Tetap Buka Saat Hari Raya Nyepi, Ini Hasilnya
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri menemukan kegiatan usaha penukaran uang berbentuk warung kelontong di Batam, yang dipakai untuk transaksi penjualan narkotika. Total transaksi mencapai Rp 2,1 triliun per bulan. Polisi juga menyegel kantor penukaran valas yang terlibat dalam transaksi judi online ratusan miliar di Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat.
Direktur Tindak Pidana Khusus Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan usaha ilegal tersebut juga kerap dipakai untuk menghindari pajak transaksi ekspor impor. Perusahaan mengecilkan nilai barang agar terhindar pajak, lalu transaksi melalui kupva atau elektronik (e-banking). "Kalau kami tak bisa mengidentifikasi, ini dapat memengaruhi ekonomi kita," kata Agung.
Lihat: Pemerintah Tak Akan Perpanjang Periode Amnesti Pajak
Direktur Tindak Pidana Pencucian Uang Badan Narkotika Nasional Brigadir Jenderal Rohmat Sunanto mengatakan kupva tak berizin sering melakukan kerjasama dengan kupva legal. Modus lain yaitu menggunakan skema importasi fiktif, dan transfer beberapa rekening. "Uang itu dipecah ke beberapa bank, lalu ditukar valas," kaya Rohmat.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Eny Panggabean mengatakan mayoritas kupva bukan bank tak berizin dimiliki oleh perorangan atau tidak berbadan hukum. Rata-rata mereka memiliki usaha lains eperti agen perjalanan, toko emas.
Simak pula: Ada Potensi Rp 29 Triliun Dana Repatriasi Gagal Masuk Indonesia
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia, usaha penukaran valuta asing bukan bank harus memiliki badan hukum perseroan terbatas yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia. "Jika tidak, siapa yang bertanggungjawab atas transaksi? Dia harus mengajukan sebagai badan usaha dulu," ucap Eny.
Sejak pemberlakuan kewajiban transaksi dengan mata uang rupiah di dalam negeri, jumlah transaksi valuta asing semakin meningkat. Tahun lalu, nilai transaksi di kupva berizin mencapai Rp 251 triliun.
Kepolisian dan Bank Indonesia akan menjerat pelaku kupva bukan bank yang tak mengajukan izin hingga tenggat 7 April 2017. Bank Indonesia akan menyegel usaha tersebut. Sementara kepolisian akan menyelidiki dugaan tindak pidan berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Transfer Dana, dan Undang-Undang Mata Uang. "Kami lihat konteks dan faktanya."
PUTRI ADITYOWATI