TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengaku kesulitan menagih piutang negara sektor hulu minyak dan gas bumi. Pasalnya, sebagian besar kontrak perusahaan migas dengan negara sudah berakhir.
"Mereka kan sudah banyak yang terminasi. Mau diapain?" ujar Inspektur Jenderal Kementerian Energi Mochtar Husein kepada Tempo, Selasa, 28 Maret 2017.
Kementerian Energi sudah menyerahkan kewenangan penagihan utang kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Tercatat, hingga pertengahan Maret lalu, 25 perusahaan migas belum menyerahkan piutang komitmen pasti kepada negara.
Baca: Aramco Jadi Perusahaan Migas Terbesar, Ini Sejarahnya
Saat dikonfirmasi soal ini, juru bicara SKK Migas, Taslim Z. Yunus, tidak menjawab panggilan telepon Tempo. Mochtar mengemukakan pihaknya memberi waktu bagi para penunggak untuk membayar piutang hingga Juni.
Sayangnya, Mochtar ogah menyebutkan langkah antisipasi jika masih ada perusahaan yang belum membayar selepas tenggat berakhir. "Pak Menteri memberi tenggat sampai Juni," ucapnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi menggolongkan piutang migas sebagai temuan yang berpotensi merugikan negara. Temuan berasal dari 143 kontraktor kontrak kerja sama, yang belum melunasi sisa kewajiban keuangan di 30 wilayah kerja.
Mochtar mengatakan blok tersebut berstatus terminasi alias sudah dikembalikan kontraktor. Tunggakan tersebut meliputi sisa komitmen pasti di 25 wilayah kerja sebesar US$ 310 juta, bonus tanda tangan US$ 2,5 juta, barang dan jasa US$ 575 ribu, dan jaminan operasi US$ 5,8 juta.
Baca: Kontrak Habis, Perusahaan Migas Malas Eksplorasi
Selain itu, berdasarkan catatan KPK, 141 kontraktor belum menyelesaikan kewajiban lingkungan berupa environmental based assessment di 319 wilayah kerja. Sayangnya, Mochtar enggan merinci berapa potensi kerugian negara yang timbul lantaran kelalaian perusahaan migas ini.
Ketua KPK Agus Rahardjo juga mempermasalahkan pengelolaan data migas Kementerian Energi yang tidak seragam dengan Badan Geologi, Badan Penelitian dan Pengembangan, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, serta SKK Migas. "Ada juga data yang tidak tersedia karena kontraktor kabur," ujar Agus dalam rapat dengar pendapat bersama DPR, November lalu.
Salah satu kontraktor yang tercatat memiliki tunggakan adalah ExxonMobil di Blok Gunting, Jawa Timur. KPK menyebutkan perusahaan migas asal Amerika Serikat itu harus membayar tunggakan komitmen pasti US$ 8 juta. ExxonMobil sudah mengembalikan konsesi eksplorasi kepada pemerintah pada 2014.
Vice President for Public and Government Affairs Erwin Maryoto menampik catatan tersebut. Menurut Erwin, perusahaannya sudah melunasi komitmen sesuai dengan kontrak. Erwin menduga pencatatan piutang terjadi karena perbedaan persepsi. Dia berjanji segera mengklarifikasi hal ini kepada SKK Migas.
"Mungkin ini terjadi karena perbedaan sudut pandang. Kami merasa sudah memenuhi semua komitmen eksplorasi sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak," ujar Erwin kepada Tempo.
ROBBY IRFANY